Bojonegoro–Detakpos.com-Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melalukan survei data kemiskinan tahun 2022. Namun muncul permasalahan lantaran biaya survei dibebankan kepada desa.
Adalah bakal calon Bupati dari jalur independen, Samudi yang mempermasalahkan ihwal pembebanan dana survei kepada pihak desa dan kelurahan berdasarkan surat edaran Bupati Bojonegoro.
“ADD (Alokasi Dana Desa) sebesar 12.5% saja belum dipenuhi oleh Pemkab, kita malah seperti sapi perah?”Ujar dia, Selasa (5/4/2022).
Samudi menegaskan, Pemkab yang mempunyai program ini, kenapa desa yang harus membiayai….” Itu jawaban saya di WAG, kecamatan Kedungadem.”
Dihubungi terpisah, anggota DPRD Bojonegoro Lasuri menyatakan, APBD 2022 sudah berjalan dan perintah survei pendataan warga miskin di desa baru saja tirun, maka anggaran di APBD 2022 belum terpasang.
Dikatakan, karena besaran ADD dalam APBD tahun 2022 sudah dipasang 12,5% dari DAU dan DBH ditambahkan besarannya Rp 62 miliar, mungkin Pemkab mungkin berfikiran desa bisa menggunakan atau menyisihkan ADD untuk kegiatan survei pendataan penduduk miskin.
Jika dari terbitnya surat perintah kepada desa tersebut ternyata nimbulkan pro dan kontra, Lasuri menyarankan Pemkab harus juga mendengarkan segala masukan tersebut agar program pendataan ini dapat berjalan.
“Saya lihat dalam perintah tersebut anggarannya di bebankan dalam perubahan APBDes, maka bisa saja Pemkab juga memberikan subsidi kepada desa terhadap perintah survei pendataan tersebut agar desa tidak terbebani anggarannya,”ungkap dia.
Dikatakan, dan jika Pemkab Bojonegoro memberikan bantuan anggaran untuk survei pendataan maka dasar dan cantolannya di perubahan APBD 2022.
Terpisah Kepala Desa Wotan, Kecamatan Sumberrejo, Anam Warsito menyatakan, program penanganan kemiskinan akan berjalan efektif dan tepat sasaran jika data angka yang digunakan akurat dan terus menerus dilakukan update secara berkala setiap tahun.
“Untuk itu saya selaku kepala desa sangat mendukung rencana Pemkab Bojonegoro melalukan survei data kemiskinan tahun 2022,”tutur dia.
Selanjutnya hasil survei ini akan menjadi rujukan pemerintah desa maupun pemerintah kabupaten untuk menyusun rencana aksi penanganan kemiskinan secara bersama-sama dan bersinergi karena target sasaran sudah ditentukan secara jelas sehingga program akan tepat sasaran
Anam Warsito menyatakan, para ketua RT dan kader posyandu dapat dihandalkan untuk menjadi surveyor karena mereka setiap hari bersinggungan langsung dengan masyarakat sehingga sangat paham kondisi sosial dan ekonomi masyarakat desa.
Terkait anggaran, menurut Anam, tidak ada persoalan dibebankan pada APBDes karena dalam nomen klatur dan kode rekening tersedia pos untuk penanganan kemiskinan ekstrim, sehingga tinggal dilakukan perubahan menjadi kegiatan pendataan dengan per Kades tentang penjabaran Perdes APBDes
“Toh besaran anggaran untuk survei data kemiskinan ini tidak terlalu besar hanya kisaran tidak lebih dari Rp 10 juta.(d/2).
Editor: A Adib