Waspadai Intervensi dalam Pembahasan RUU Tembakau

Jakarta – Detakpos – Kementerian yang  membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan perlu waspada terhadap intervensi pihak industri rokok.

Julius Ibrani, dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan HAM Indonesia, juga anggota Solidaritas Advokat Peduli Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia ini menilai yang berkepentingan dalam RUU ini adalah industri rokok.

Seperti yang telah terjadi di DPR, lanjut dia, perubahan pandangan dan akhirnya keputusan atau rekomendasi yang akan diberikan kepada Presiden bisa terjadi pada setiap Kementerian akibat intervensi yang dilakukan industri rokok. 

Hal itu, menurut Julius Ibrani,  merujuk pada catatan Corporate Accountability International Reports yang menyebutkan bahwa strategi yang digunakan industri rokok di dunia antara lain melakukan intervensi seperti menggagalkan kebijakan negara, mengeskploitasi celah legislatif, termasuk menyogok legislator.

Diduga kuat, terjadi juga di Indonesia. Proses legislasi tembakau di DPR banyak kejanggalan, misalnya RUU Kesehatan tahun 1992 dan 2009 dan kasus “ayat hilang”, termasuk di RUU Pertembakauan dengan kejanggalan dari segi prosedur dan substansi.

Juga copy paste ketentuan yang ditolak di RUU atau regulasi lain, seperti RUU Kebudayaan dan Permenperin 63/2015.

Seperti yang diketahui,  industri rokok memiliki rencana terukur untuk melakukan intervensi di parlemen sehubungan dengan RUU ini.

” Maka, bukan tidak mungkin pihak industri rokok juga melakukan hal sama pada pembahasan di level kementerian, untuk intervensi pembahasan dan hasil keputusanya,” ujar Julius Ibrani di Jakarta, Selasa.

Presiden Joko Widodo diharapkan mengambil sikap terhadap RUU Pertembakauan. “Tentu saja, yang diharapkan adalah keberpihakan pemerintah kepada  perlindungan jangka panjang. Kalau yang dituju sekarang semata-mata untuk mendapatkan cukai dari peningkatan produksi dan penjualan, pemerintah harus berhitung baik-baik bagaimana efeknya di masa depan,” ungkap Hasbullah Thabrany, guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Menurut ekonom, Faisal Basri, “Setiap kementerian harus berhati-hati dalam mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi kepada Presiden. Terlebih lagi Kementerian Pertanian yang terkait langsung dengan RUU Pertembakauan.

Misalnya, soal batasan impor, apakah itu memang memungkinkan, apakah itu hanya kamuflase RUU ini agar disetujui supaya terkesan melindungi petani tembakau, atau justru RUU ini akan sangat merepotkan Kementan nantinya.

Faisal menjelaskan, tembakau hanyalah salah satu komoditi yang pertaniannya juga tidak terlalu menguntungkan petani. Tata niaga yang rumit dan permainan pasar sangat berpengaruh dalam hal ini. Belum lagi faktor alam dan sulitnya perawatan tembakau, yang semua itu justru tidak tercermin dalam RUU ini.(tim detakpos)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *