BEM Unair Tetap Tolak Revisi dan Ketua KPK Terpilih

Keterang foto: BEM Unair gelar aksi di depan gedung DPRD Jatim.foto dok.sabdanews

 

SurabayaDetakpos-Ratusan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahaiswa (BEM) Unair Surabaya menggelar aksi di depan kantor DPRD Jawa Timur. Mereka menolak rencana pemerintah dan DPR RI merevisi UU No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menolak ketua terpilih KPK, pada Jumat kemarin.

Alasan mahasiswa menolak revisi UU KPK karena ada beberapa poin dalam revisi tersebut diduga merupakan upaya masif dan terstruktur sehingga cenderung melemahkan KPK.

Padahal sejak awal dibentuk, KPK merupakan badan yang independen sehingga tak bisa diintervensi oleh siapa pun.

Juru bicara aksi BEM UNAIR Surabaya, Agung Tri Putra mengatakan ada enam poin materi revisi menjadi sorotan mahasiswa.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, bahwa Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) telah berusia 17 tahun. Karena itu, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas sehingga pemberantasan korupsi bisa makin efektif.

“Sekali lagi, kita jaga agar KPK tetap lebih kuat dibandingkan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi,” tegas Presiden Jokowi dalam konperensi pers di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9) pagi.

Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi menyampaikan tidak setuju terhadap beberapa substansi RUU inisiatif DPR ini yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK.

“Yang pertama, saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan, misalnya harus izin ke pengadilan, tidak.

“KPK cukup memperoleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan,” tegasnya.

Yang kedua, Presiden juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Menurut Presiden, penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya. “Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar,” ujarnya.

Yang ketiga, Presiden Jokowi juga tidak setuju KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan, karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi.

Yang keempat, Presiden Jokowi juga tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang dikeluarkan dari KPK diberikan kepada kementerian atau lembaga lain.

“Tidak, saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini,” tegas Presiden Jokowi.

Soal Dewan Pengawas,
“Keberadaan Dewan Pengawas ini memang perlu karena semua lembaga negara: Presiden, MA, DPR bekerja dalam prinsip checks and balances, saling mengawasi. Hal ini dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kewenangan,” tegas Presiden .

Presiden menunjuk contoh dirinya yang diawasi dan diperiksa oleh BPK, dan juga diawasi oleh DPR. Karena itu, menurut Presiden, adanya Dewan Pengawas adalah  sesuatu yang juga wajar dalam proses tata kelola yang baik.

Demikian juga halnya di internal KPK. Menurut Presiden, anggota Dewan Pengawas KPK akan diambil dari tokoh masyarakat, akademisi, ataupun pegiat antikorupsi, bukan dari politisi, bukan dari birokrat, maupun dari aparat penegak hukum aktif.

“Pengangkatan anggota Dewan Pengawas ini dilakukan oleh Presiden dan dijaring melalui panitia seleksi,” jelas Presiden seraya menyampaikan agar  tersedia waktu transisi yang memadai untuk menjamin KPK tetap dapat menjalankan kewenangannya sebelum terbentuknya Dewan Pengawas.
SP3 dan Wadah Pegawai KPK

Mengenai keberadaan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Presiden Jokowi menilai hal ini juga diperlukan sebab penegakan hukum juga harus tetap menjamin prinsip-prinsip perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia) dan juga untuk memberikan kepastian hukum.

Jika RUU inisiatif DPR memberikan batas waktu maksimal 1 tahun dalam pemberian SP3, Presiden Jokowi meminta ditingkatkan menjadi 2 tahun supaya memberi waktu yang memadai bagi KPK.

“Yang penting ada kewenangan KPK untuk memberikan SP3, yang bisa digunakan ataupun tidak digunakan,” kata Presiden.

Sementara terkait pegawai KPK, Presiden Jokowi yang didampingi Menseneg Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjelaskan, bahwa mereka Pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yaitu PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Menurut Presiden, hal ini juga terjadi di lembaga-lembaga lainnya yang mandiri, seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan juga lembaga-lembaga independen lainnya seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu).

“Tapi saya menekankan agar implementasinya perlu masa transisi yang memadai dan dijalankan dengan penuh kehati-hatian. Penyelidik dan penyidik KPK yang ada saat ini masih tetap menjabat dan tentunya mengikuti proses transisi menjadi ASN,” terang Presiden.

Kepala Negara berharap semua pihak bisa membicarakan isu-isu terkait revisi UU KPK ini dengan jernih, objektif, dan tanpa prasangka-prasangka yang berlebihan.

Sumber: sabdanews

Editor: AAdib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *