“Fangsheng” Suaka Ikan Wringinanom Welas asih dan Konservasi

GresikDetakpos – Sebanyak 18 Orang Buddhis dari komunitas Yi Xin Tang dipimpin Master Yao Guang lepaskan 50.000 Ikan asli Kali Brantas dan 1000 ekor burung di Wringinanom, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Selain bertujuan menebarkan “welas asih” dengan melepaskan satwa teraniaya, kegiatan “fangsheng” ini bertujuan untuk apresiasi konservasi sungai di Wringinanom-Gresik.

“Jenis ikan yang dilepas adalah ikan wader sebanyak 10 ribu ekor, ikan khutuk 2.000 ekor dan belut seberat 5 kuintal dan 1.000 ekor burung peking,” kata Koordinator “Fangsheng” di Kawasan Suaka Ikan Wringinanom Afrianto Rahmawan, Minggu (13/8/3017).

lebih lanjut ia menjelaskan kegiatan fangsheng di Wringinanom hanya diperkenankan untuk satwa asli brantas seperti Kuthuk, wader, bader dan bulus.

Sebaliknya melarang pelepasan ikan yang bukan asli kali brantas seperti Nila, Lele dan tombro. “Fangsheng yang baik juga mempertimbangkan aspek konservasi yaitu melepaskan ikan lokal bukan ikan invasif atau ikan yang berasal dari luar nusantara, alih-alih untuk perlindungan habitat ikan jenis invasif seperi Nila akan mengalahkan jenis ikan asli di kali Brantas,” kata dia.

Komunitas Yi Xin Tang yang berasal dari Shanghai melakukan kegiatan fangsheng atau ritual  pelepasan satwa ke alam bebas.

Ikan yang dilepaskan sengaja dibeli dipasar-pasar ikan dimana ikan hendak disembelih atau dijadikan santapan, kegiatan fangsheng lebih bermakna jika pelepasan ikan dilakukan dengan membebaskan ikan yang sedang terancam bahaya.

Kegiatan fangsheng memiliki makna ganda selaian menanamkan welas asih fangsheng juga membantu kegiatan konservasi atau perlindungan habitat.

“Kegiatan fangsheng ini membantu agar praktik samadhi (Meditasi) dapat berhasil, mengandung nilai welas buddisme yang memiliki makna cinta kasih atau kebajikan kepada semua ummat,” kata salah satu budayawan asal Bojonegoro Supriyadi (45) yang memiliki perhatian kepada kegiatan fangsheng yang selaras dengan upaya-upaya konservasi.

Lebih lanjut Supriyadi menuturkan bahwa fangsheng adalah pelaksanaan bodhisattva sila dengan cara melepaskan hewan-hewan  yang  tertangkap atau hewan-hewan yang sedang teraniaya untuk kemudian dibebaskan dialam.

Kegiatan fangsheng diWringinanom kerap dilakukan oleh ummat Buddha dari berbagai kota di Jawa Timur bahkan mancanegara.

“Awal Januari 2017 di kawasan Suaka ikan Wringinanom dilakukan fangsheng oleh ummat buddha dari  Taiwan,” kata Afrianto menambahkan.

Menurut dia, dijadikannya Wringinanom menjadi kegiatan pelepasan beragam jenis ikan karena di Wringinanom terdapat Kawasan Suaka ikan yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur Melalui keputusan Gubernur Nomor 144 Tahun 2013.

Dengan ditetapkannya kawasan Sungai di Wringinanom menjadi kawasan Suaka ikan mendorong masyarakat di Desa-desa yang dilalui sungai seperti desa Sumberame, Desa Wringinanom, Desa Lebani Waras dan Desa Sumengko berlomba-lomba menjaga kelestarian sungai.

“Kami tidak ingin satwa yang dilepaskan kemudian mati karena kondisi lingkungannya tercemar, maka kami memilih lokasi yang memiliki daya dukung terhadap ikan yang kami lepaskan sehingga kegiatan fangsheng tidak sia-sia,” kata Supriyadi menambahkan.

Kegiatan Fangsheng di Wringinanom di pimpin oleh Master Yao Guang langsung datang dari  Shanghai aliran Jin Tu Zong. Melalui kegiatan fangsheng mendorong penduduk di bumi untuk gotong royong membantu hewan-hewan yang menderita.

Kegiatan ini diikuti oleh 20 anggota komunitas Yi Xin Tang dan lebih dari 100 orang warga Wringinanom. Sebelum dilepaskan ikan-ikan dibacakan mantera dan pemberkatan oleh bhiksu dengan maksud agar satwa yang dilepas mendapatkan kemerdekaan dan kebahagiaan sedangkan untuk manusia yang melakukan fangsheng dapat memberikan berkah panjang umum dan kebahagiaan, intinya melalui fangsheng diharapkan semua makhluk mendapakan kebahagiaan. (tim detakpos)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *