Kesiapsiagaan Tim SAR Gabungan Hadapi Ancaman Erupsi Gunung Agung

KarangasemDetakpos – Memasuki hari ke-11 setelah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menetapkan status level IV Gunung Agung pada pukul 6 pagi waktu setempat, kesiapsiagaan personel di lapangan tetap tinggi.

“Kesiapsiagaan itu antara lain penempatan tim pencarian dan pertolongan atau search and rescue (SAR) di beberapa titik strategis,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, dalam release kepada detakpos di Bojonegoro, Kamis (7/12). 

Titik strategis tersebut memperhitungkan kemudahan akses dan keselamatan, baik personel maupun warga.Secara khusus, kendali operasi untuk SAR berada di bawah Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau biasa dikenal sebagai Basarnas.

Dalam penanganan tanggap darurat erupsi Gunung Agung yang berlokasi di Kabupaten Karangasem, Bali, Basarnas bersama mitra kerja lain mendirikan pos aju.

Pos aju ini merupakan pos yang terdekat dengan kawasan berbahaya dan terletak di titik yang sudah diperhitungkan secara matang response time untuk evakuasi.

Basarnas dan mitra kerja lain sebagai Tim SAR gabungan telah mendirikan pos aju di empat titik, yaitu Rendang, Selat, Les, dan Jasri.

Hanya Les yang berada di kabupaten lain, Buleleng. Sementara pos lainnya berada di Kabupaten Karangasem. Pos aju ini biasanya berkekuatan 30 – 50 personel Tim SAR gabungan.

Selain berkekuatan personel, mereka dilengkapi dengan armada dan perlengkapan evakuasi, seperti ATV (All Terrain Vehicle), truk dan tandu.

Cakra, personel Basarnas, menyebutkan bahwa pihaknya dibantu sejumlah personel yang isebut sebagai potensi SAR. Saat ditemui di Pos Basarnas yang berada di lingkungan Pos Komando (Posko) Tanah Ampo pada Kamis siang (7/12), Cakra mengatakan bahwa potensi SAR tersebut berasal dari beberapa instansi seperti TNI, Polri, PMI, maupun organisasi masyarakat.

Kekuatan Basarnas berjumlah 58 yang berasal dari Denpasar dan Surabaya, tambah Cakra.Hari ini (7/12) sejumlah 217 personel siaga yang tersebar di empat pos aju. Kami juga dilengkapi dengan dua unit ATV yang siap digerakkan.

Mengantisipasi situasi buruk, Tim SAR gabungan telah mempelajari mengenai jalur evakuasi yang dipersiapkan. “Ketika mereka berada di lapangan untuk memonitor, mereka sekaligus mempelajari jalur evakuasi,” jelas Cakra.

Tim SAR memanfaatkan radio komunikasi dari Orari dan internal Basarnas untuk memonitor situasi di lapangan. Apabila mereka mendapatkan situasi krisis, yaitu letusan, Tim SAR dapat segera dimobilisasi untuk mengevakuasi warga yang masih tinggal di wilayah-wilayah yang berbahaya.

Tantangan yang dihadapi Tim SAR sangat tinggi, selain medan lapangan, mereka berhadapan dengan warga yang mungkin enggan untuk dievakuasi di saat krisis.

“Saat evakuasi, warga sulit untuk dikasih tahu, kades pun tidak didengarkan. Permasalahannya mata pencaharian, rumah mereka di sana,” ungkap Listya, personel Basarnas yang selalu memonitor situasi melalui radio komunikasi.

Dengan kata lain, aset dan mata pencaharian menjadi pertimbangan utama warga setempat yang enggan untuk dievakuasi. Di sisi lain, terdapat tindakan positif yang telah dilakukan oleh sebagian warga, yaitu evakuasi mandiri.

“Saat evakuasi yang pernah dilakukan dulu, ini menjadi pembelajaran,” ujar Rama.   

Bagi para personel di lapangan, Rama menekankan dalam penguasaan akses dan mengantisipasi kepanikan masyarakat ketika proses evakuasi terjadi.

Hal tersebut terkadang menjadi tantangan utama saat proses evakuasi.

Terkait dengan potensi SAR, pihak Basarnas selalu mengecek terlebih dahulu kualifikasi yang dimiliki oleh personel tadi.

Ini dimaksudkan untuk memastikan keamanan dan keselamatan para personel. Sementara itu, Rama juga menyampaikan bahwa tim SAR di lapangan selalu dimonitor oleh safety officer (SO) atau petugas keselamatan yang berfokus pada keselamatan para responder (Tim SAR) di lapangan.

Tim SAR merupakan ksatria kemanusiaan di setiap penanganan darurat. Merek selalu berada di garis depan untuk mencari dan menyelamatkan warga yang terancam bahaya.

Namun demikian keselamatan tetap menjadi prioritas tertinggi bagi para responder dalam upaya penanganan darurat di medan bencana.

Sementara itu, menghadapi ancaman erupsi Gunung Agung yang aktivitas vulkaniknya masih tinggi diperlukan kesiapsiagaan tinggi.

Belajar dari letusan 1963 yang sangat eksplosif dan berdampak luas menjadi perhatian untuk seluruh pihak, baik masyarakat dan para pelaku penanganan darurat.

Hingga tanggal 6 Desember 2017, pukul 18.00 waktu setempat, BNPB mencatat jumlah pengungsi pada jumlah keseluruhan 66.716 jiwa. Mereka tersebar di 225 titik pos pengungsian. Jumlah titik pos pengungsian tertinggi di Kabupaten Karangasem, 129 titik dengan jumlah 39.486 jiwa. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *