Ketua MPR Soroti Kasus Positif Covid-19 di Pesantren

JakartaDetakpos.com-Kasus positif Covid-19 di lingkungan pesantren masih terus ditemukan di beberapa daerah, seperti yang terjadi di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat yang mencatat terdapat 12 orang positif yang berasal dari lingkungan salah satu pesantren di daerah tersebut, 46 santri yang dinyatakan positif Covid-19 di Kuningan, dan 190 orang terkonfirmasi positif di pondok pesantren di Purwokerto

Demikian pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Jakarta dalam rilisnya, Selasa (30/9/2020).
Dia mendorong  Kementerian Agama (Kemenag), dan pemerintah daerah bersama pimpinan pondok pesantren dan satgas untuk melakukan langkah-langkah penanggulangan sesuai protokol kesehatan terhadap santri yang dinyatakan positif terpapar Covid-19 agar tidak meluas.

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan pendekatan khusus ke pondok pesantren agar bisa dicegah penyebaran Covid-19 di sejumlah pesantren, dengan melakukan pengetesan Covid-19 massal, melakukan tracing contact dan mensterilkan setiap ruangan dengan disinfektan di lingkungan pesantren sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19.

“Mendorong Kemenag bersama Pemda mengevaluasi secara menyeluruh setiap kebijakan maupun aturan pelaksanaan protokol kesehatan di lingkungan pesantren, dan memastikan standar operasional prosedur (SOP) terkait Protokol Adaptasi Baru di lingkungan pesantren benar-benar diterapkan, mengingat tingginya angka penularan Covid-19 di lingkungan pesantren akibat kehidupan di pesantren yang berbeda dengan sekolah umum, pimpinan pondok merupakan tokoh sentral yang dapat mengajak santri maupun pihak pesantren untuk menjalankan protokol kesehatan, khususnya penggunaan masker dan physical distancing.”

Dia pun mengajak kepada seluruh elemen pondok pesantren (santri, pengurus dan ustadz/ustadzah) untuk memahami pentingnya melaksanakan protokol kesehatan dengan disiplin guna mencegah lonjakan kasus baru Covid-19 di lingkungan pesantren.

Tidak Percaya

Sebelumnya, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ulin Nuha, mengungkapkan setidaknya hingga akhir bulan September ini sudah ada santri di 35 pesantren yang terpapar Covid-19.

35 pesantren itu terdiri dari pesantren yang memiliki puluhan, ratusan hingga ribuan santri. “Dalam catatan kami (RMI) setidaknya sudah 35 pesantren terpapar Covid 19,” kata Ulin Nuha sebagaimana dilansir  Alif.id, Selasa (22/9/2020).

Ulin tidak menyebut secara rinci pesantren mana saja yang sudah terpapar. Ia hanya menyatakan hampir semua pesantren berusaha menutup-nutupi informasi masuknya Covid 19. Pihak pesantren, lanjutnya, memiliki pengalaman traumatik menjadi korban informasi perundungan.

 “Di beberapa kasus misalnya Wonogiri, pesantren memang babak belur dihajar informasi yang sesat atau sengaja disesatkan. Soal jumlah santri yang terpapar adalah salah satunya. Sempat santer diberitakan jumlah santri yang terpapar lebih banyak dari jumlah santri yang sebenarnya,” kata Ulin menyesalkan.

Pengasuh Pesantren Afkaaruna, Cilacap ini menyayangkan jika ada kluster di pesantren, pemberitaan media dan komentar pengguna media sosial cenderung menyalahkan pesantren seperti tidak mengikuti protokol, nekat buka kelas di masa pandemi, pesantren pembawa virus dan yang semacamnya. Pesantren tentu tidak nyaman distigmatisasi semacam itu.

Selain pemberitaan media yang cenderung menyudutkan, alasan lain mengapa pesantren lebih menutup diri disebabkan karena ingin menjaga kekhawatiran orang tua santri.

Selain itu, kata Ulin, banyak kiai meyakini bahwa ngaji itu harus tatap muka. Ngaji bukan hanya persoalan transfer of knowledge tapi juga source of barokah dan laboratorium akhlakul karimah.

 “Karena itu ngaji tidak mungkin dilakukan secara daring. Dalam konteks inilah pesantren khawatir, apabila diberitakan ada kluster Covid-19 santri akan ditarik pulang oleh wali atau skenario terburuk pesantren bisa ditutup,” katanya.

Stereotipe negatif terhadap Covid-19 sebagai aib juga membawa dampak mengapa para pengasuh pesantren cenderung tertutup.

Selain karena stigma Covid-19 sebagai penyakit menular dan cap buruk lainnya, masih ada beberapa kiai yang hingga kini tidak percaya dengan adanya pandemi ini.

“Kiai dari pesantren tersebut terlanjur dikenal ‘tidak beriman pada Covid 19’ dengan mengatakan tidak perlu takut pada Covid-19, itu konspirasi kafir, dan sebagainya,” kata Ulin.(d/2).

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *