Lima Wartawan Bojonegoro Berkarya Untuk Indonesia

Penulis : Bambang Soen

BojonegoroDetakpos –  Lima anak muda (dulu) asal Bojonegoro, Jawa Timur ini, semuanya pernah menjadi penjaga gawang Harian Sore Surabaya Post di daerah.

Lantas, dimana mereka kini? Kami akan cerita sedikit tentang mereka, dimulai dari yg pertama bergabung di SP.

Budiono Darsono
Mengawali debutnya sbg reporter SP, ditempatkan di Bojonegoro. Beberapa tahun kemudian, bergabung di Majalah Tempo, liputan Jakarta.

Dari Tempo, dia lantas bergabung di HU Berita Buana manajemen baru. Dari BB, kemudian bersama Erros Djarot mendirikan Tabloid Detik, sampai Detik dibredel.

Kemudian, dia mendirikan media online pertama di Indonesia, detikcom, dengan jabatan terakhir sbg Direktur Utama.

Hengkang dari detikcom, dia lantas mendirikan Kumparan.com dan duduk sbg Presiden Komisaris.

Kini, dia hidup bahagia bersama keluarga, di Jakarta.

Bambang Soen
Menjadi reporter SP bbrp bulan kemudian, ditempatkan di wilayah Tuban. Kemudian ikut bergabung di Berita Buana, wilker Jawa Timur.

Tidak lama bergabung di BB, kemudian hengkang ke HU Republika. Di harian ini, awalnya ditempatkan di Surabaya. Kemudian ditempatkan di Jakarta, Semarang dan terakhir di Yogyakarta.

Menjelang Pemilu 1999, dunia wartawan ditinggalkan dan masuk ranah politik. Kini tinggal di kota kelahirannya, Bojonegoro.

Zed Abidien
Anak Padangan ini mengawali debutnya di Surabaya Post dgn wilayah liputan Ngawi. Dari SP kemudian bergabung dengan Majalah Tempo, di Biro Jawa Timur.

Abid, demikian kita memanggil, menjadi “juara bertahan” di Tempo, hingga memasuki masa pensiun.

Kini, bersama keluarganya menikmati masa tua dirumahnya yg asri di Mojokerto.

Djajus Pete
Orang mengenalnya sebagai seorang Begawan Sastra Jawa. Padahal pensiunan guru SD ini juga seorang jurnalis handal. Sebelum bergabung di Surabaya Post, Mas Djajus Malang melintang sebagai wartawan di sejumlah media.

Diusianya yang mendekati angka 70 ini, karya-karya sastranya masih ditunggu banyak penikmat sastra. Cerkaknya sangat bernas. Sayangnya. Mbah Djajus yg sejak awal hidup bahagia bersama keluarganya di kec. Purwosari, Bojonegoro, agak malas menulis. “Saya sedang mengembangkan sastra lisan” katanya memberi alasan.

Slamet Agus Sudarmojo
Diantara kami, Aguk, demikian dia dipanggil, usianya paling muda. Dia orang paling akhir, diantara kami, yg pergi meninggalkan Surabaya Post. Bahkan, Aguk ikut melihat sampai akhir, perjalanan SP.

Kini, selepas dari Surabaya Post, masih tetap menekuni dunia jurnalistik. Dan, Kantor Berita Antara adalah pilihannya. Dilingkungan para wartawan di Bojonegoro, Aguk sering dipanggil Mbah Aguk, karena keseniorannya. “Saya masih cinta Bojonegoro. Makanya sampai kini, tetap tinggal di Bojonegoro,” ucapnya.

Kawan, masih ada satu lagi teman saya yg juga dari Bojonegoro, yg bergabung di Surabaya Post. Yusuf Susilo Hartono, itulah teman kami yg kini tinggal di Jakarta, sejak puluhan tahun silam.

Sayangnya, adinda YSH ini jarang berkomunikasi dgn kami. Jadi, kami tidak begitu hafal perjalanan jurnalis nya usai dari Surabaya Post. Yang kami ketahui, dia kini masuk jajaran Pengurus PWI Pusat. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *