Nilai Anjlok, Perlu Moratorium Ujian Nasional

JakartaDetakpos-Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyatakan, seharusnya kebijakan Ujian Nasional (UN) dievalusi dan dihentikan sementara (moratorium). Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan mengatakan, anjloknya nilai tahun ini seharusnya menjadi momentum bagi Kemdikbud untuk mengevaluasi kebijakan UN ini.

”Bukan untuk menjadikan kembali UN sebagai penentu kelulusan siswa, karena berpotensi melanggar Keputusan MA dan tidak sejalan dengan janji Nawscita.

Retno menilai hasil UN 2018 anjlok. Maka seharusnya menjadi momentum Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk mengevaluasi kebijakan tersebut.

KPAI menyampaikan keprihatinan hasil nilai UN 2018 yang mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.Hasil yang anjlok ini sudah diprediksi banyak pihak, mengingat  tidak sedikit siswa SMA dan SMP peserta UN yang mengeluh sulitnya soal UNBK. ”Keluhan mereka bahkan diunggah ke berbagai media social dan viral selama dua minggu lebih.”

”Para peserta UN mengeluhkan sulitnya soal UNBK khususnya untuk soal esai- yang menurut pihak Kemdikbud diklaim sebagai soal HOTS,”tutur Retno, belum lama ini.

Padahal menurut para peserta UN, soal jenis itu tidak pernah diperkenalkan selama menempuh pembelajaran tiga tahun dan bahkan beberapa materi tidak sesuai dengan yang mereka pelajari dan tidak ada pula di kisi-kisi UN yang mereka dapatkan.

Berkaitan dengan soal UN 2018 yang dikeluhkan para peserta UN, menurut Retno, sudah semestinya pihak Kemdikbud mau mendengar dan dengan besar hati mengevaluasi soal dan pembuat soal.  

”Bukan menyalahkan anak-anak dengan istilah cengeng dan malas. Jika dalam suatu ujian mayoritas anak mendapat nilai jelek maka seorang guru pasti akan mengevaluasi soal dan pendekatan pembelajarannya, bukan menyalahkan para siswa cengeng atau malas,”tutur dia.

Betikutnya, KPAI mengingatkan kembali  keputusan Mahkamah Agung 2009 terhadap gugatan UN oleh warga negara. Pada prinsipnya pengadilan memerintahkan kepada negara untuk tidak melaksanakan UN sampai negara mampu memenuhi pemerataan kualitas tenaga pendidik di seluruh Indonesia, memenuhi pemerataan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas dan meratanya atau terjangkaunya teknologi komunikasi dan informasi  di berbagai sekolah. ”Jadi anjloknya hasil UN 2018 karena tiga prasyaratnya yang diperintahkan oleh Keputusan Mahkamah Agung.

” KPAI menilai prasyarat tersebut diduga kuat belum terpenuhi oleh negara, dengan parameter sebagaimana ditentukan oleh  Permendikbud tentang delapan standar nasional pendidikan (SNP). 

Menurut Retno, selain belum terpenuhi ketiga syarat tersebut, diduga kuat anjloknya juga karena ditingkatkan kesulitan soal, namun tidak disertai pembaharuan pembelajaran bernalar di ruang-ruang kelas.

Reformasi pembelajaran di kelas haruslah dimulai dari para guru. Para guru harus disiapkan terlebih dahulu oleh Kemdikbud, Kementerian Agama dan Dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia untuk mampu mengajar HOTS dan melatih soal HOTS. 

‘”Kalau gurunya sudah mampu melaksanakan pembelajaran HOTS maka adil jika muridnya diuji dengan soal HOTS.”(dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *