Peringatan Hardiknas, JNIB Soroti Ketimpangan Pendidikan

JakartaDetakpos-Memperingati Hari Pendidikan Nasional di Tanah Air, Jaringan Nasional Indonesia Baru (JNIB), menyoroti ketimpangan dunia pendidikan antara perkotaan dan pedesaan.Pemerintah menetapkan 2 Mei sebagai

“Hari Pendidikan Nasional”, hari disematkan dengan kelahiran Ki Hajar Dewantoro, yang dikenal sebagai pelopor pendidikan nasional di Tanah Air.

Nachung Tajuddin, Ketua Umum JNIB merefkeksi peringatan Hardiknas dengan peran Ki Hajar Dewantoro.Tokoh ini berani melawan diskriminasi dalam pendidikan masa kolonial, di mana hanya anak bangsawan yang dapat menikmati pendidikan dan keterbatasan anggaran pendidikan.

”Maka hari ini kolonial telah pergi, anggaran pendidikan dalam APBN sudah mencapai angka terbesar dari semua anggaran nasional, yakni Rp.444,131 triliun,” ungkap Nachoung di Jakarta, Rabu (2/4).

Namun semangat Ki Hajar Dewantor, menurut Nachung, masih jauh dari cita-cita pendidikan di Tanah Air karena rata-rata yang menikmati pendidikan di Indonesia dari 260 juta lebih penduduk pada tahun 2018, masih setara SMP.

”Masih ada warga negara yang belum bisa membaca, padahal anggaran pendidikan sudah cukup mumpuni dibadingkan dengan bidang lainya,”ujar dia.

Melalui peringat Hari Pendidikan Nasional ini, Nachung mengajak para pengambil kebijakan dan warga neagra melakukan introspeksi untuk membenahi pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan bangsa. Sebab pendidikan merupakan hak konstitusi warga negara, sebagaimana Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Jangan sampai persoalan pendidikan ini masa depan bangsa tidak berkualitas . ”Seperti kata Pendiri Republik ini, biar kita tidak makan asal pendidikan untuk rakyat maju,”.

Namun faktanya kata Nachung, wajah pendidikan nasional masih buruk, misalnya masih ditemukan ijazah palsu, mulai dari pendidikan Paket C dan B, yang sengaja dibuat pejabat negara di tingkat kabupaten untuk mendapatkan uang dan digunakan menjadi calon kepala desa, calon anggota DPR dan pejabat negara lainnya.

”Masih ada sejumlah perguruan tinggi bodong, sekolah tidak menggunakan standar nasional pendidikan, masih banyak anak di pedalaman tidak menikmati pendidikan.”

Di tengah sebagian besar warga di perkotaan menikmati fasilitas pendidikan yang layak, laporan dari pedalam di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, warga di pedalaman, perdesaan daerah itu sampai hari ini belum menikmati pendidikan yang layak, baik kuantitas maupun kualitas.

Pasalnya, kata Jimmy Kiroyan, Ketua DPC JNIB Kabupaten Landak,  mulai dari fasilitas pendidikan kurang layak, kuantitas guru yang kurang. “Guru memiliki sertifikat di perdesaan sangat jarang. Fasilitas di perdesaan banyak yang tidak layak.  Kesenjangan fasilitas pendidikan di perkotaan dan perdesaan perlu dikurangi. Apa lagi, beberapa guru mengajar memiliki sertifikat, namun sebagian  hanya mengejar pendapatan dari pada kinerja terutama di daerah pelosok, ujar Jimmy.

Oleh karena itu, baik Jimmy maupun Nachung mengajak  pemangku kebijakan duduk bersama menyelesaikan masalah pendidikan nasional tersebut dengan sungguh-sungguh. Hasil pendidikan harus dapat menjawab kebutuhan ke kinian dan membangun karakter hasil pendidikan.

Sebab karakter merupakan satu modal penting untuk kesuksesan seseorang.” Meski diskriminasi pendidikan karena kebijakan kolonial sudah tidak ada, namun faktanya diskriminasi pendidikan masih ada karena bayar, karena badan otonomi pendidikan. Misalanya, kata Nachung, akses terhadap pendidikan tinggi yang masih sulit.

Sekadar diketahui, angka Partisipasi kasar pendidikan tinggi masih rendah, yakni 31,75 persen.(dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *