Jakarta-Detakpos- KNTI menyerukan agar pengelola perikanan segera berbenah menuju pengelolaan perikanan yang melindungi hak-hak asasi manusia dari perikanan nelayan tradisional skala kecil.
Hal tersebut disampaikan oleh Henri Pratama selaku Ketua Departemen Advokasi dan Riset dalam Konferensi Internasional bertema Tenure and UserRights 2018: Achieving Sustainable Development Goals by 2030” (UserRights 2018) di Yeosu, Republik Korea pada belum lama ini.
Konferensi ini diselenggarakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Korea bersama Badan PBB mengenai Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO). KNTI sebagai bagian anggota dari World Forum of Fisher People (WFFP) yang merupakan organisasi gerakan nelayan terbesar di dunia memiliki perhatian khusus pada konferensi tersebut.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh 22 individu kalangan akademisi, praktisi hingga aktivis hak perikanan dan nelayan dari berbagai negara, memaparkan kelemahan dari Pendekatan Berbasis Hak Kepemilikan dan kegagalan sistem ini untuk menjawab krisis yang terjadi.
Penelitian tersebut jelas menunjukkan adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal yaitu pemenuhan hak asasi manusia yang menjadi terlanggar ketika pemerintah menerapkan pendekatan perikanan berbasis hak kepemilikan dalam bentuk kuota individu yang dapat dipindahtangankan (individual transferable quotas) atau bentuk serupa lainnya.
Dalam penelitian tersebut, setidaknya terdapat empat dampak negatif dari pendekatan berbasis hak kepemilikan privat yang dikompilasi sebagai berikut:.
Konflik budaya dan sosial melalui marjinalisasi masyarakat nelayan pribumi dan nelayan skala kecil; 2. Konsolidasi dan akumulasi hak kuota perikanan dan munculnya oligopoli kuota dalam perikanan; 3. Memutus hak akses nelayan dan komunitas nelayan skala kecil sehingga menghadapi kesulitan ekonomi yang lebih serius;
Kegagalan dalam mencegah penurunan/degradasi stok ikan atau menghalangi upaya pembangunan ekosistem perikanan di banyak negara.
Rekomendasi penelitian tersebut, meminta pemerintah negara untuk mendukung dan mendorong penerapan pendekatan hak asasi manusia dalam perikanan skala kecil yang secara tegas bertentangan dengan pendekatan berbasis hak kepemilikan.
Pendekatan hak kepemilikan memprioritaskan pada efisiensi ekonomi dari pada nilai-nilai sosial, budaya, ekologi dan spiritual yang bersifat interinsik dan ekstrinsik. Pendekatan sistem hak kepemilikan melalui perseorangan akan mendorong privatisasi dan finansialisasi akses ke sumber daya ikan.
Hal ini didasarkan pada keyakinan keliru bahwa kekuatan pasar akan mengarahkan pada perbaikan hasil ekonomi, sosial dan ecosistem.
Selain itu, model pendekatan hak kepemilikan adalah bagian dari agenda global yang lebih besar terkait dengan multi-stakeholderisme, pertumbuhan dan ekonomi biru dan Tata Ruang Laut yang dibuat seolah-olah sebagai solusi “win-win-win” untuk lingkungan, komunitas nelayan dan menciptakan laba namun mengabaikan, ketidakseimbangan relasi pengetahuan, posisi dan kuasa juga akses dan kontrol.
Terlebih adanya proaes mengecualikan komunitas perikanan nelayan tradisional skala kecil dan gerakan sosial secara efektif dalam proses politik. (dib)