Pornografi Penyebab Kekekerasan Seksual Anak

JakartaDetakpos-Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan faktor determinan yang mempengaruhi anak melakukan kekerasan seksual kepada anak adalah pornografi (43%), pengaruh teman (33%), pengaruh narkoba/obat (11%), pengaruh historis pernah menjadi korban atau trauma masa kecil (10%) dan pengaruh keluarga (10%).

Hal tersebut disampaikan Mensos dalam Konferensi Pers Hasil Penelitian tentang Kekerasan Seksual Anak Terhadap Anak. Penelitian ini dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta (B2P3KS) bekerja sama dengan _End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia_.

Penelitian dilakukan di lima wilayah yakni Jakarta Timur, Magelang, Yogyakarta, Mataram dan Makassar. Penelitian dengan metode wawancara mendalam dilakukan terhadap 49 anak yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak, orangtua, guru, kepala panti, Pekerja Sosial, dan stakeholder.

“Saya ke Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) yang ada di bawah koordinasi Kemensos di sejumlah daerah di Indonesia. Secara terpisah saya bertemu korban dan pelaku. Hasilnya lebih dari 50 persen kasus kekerasan seksual anak dilakukan oleh anak. Maka saya minta agar dilakukan penelitian. Kenapa mereka sampe ketagihan bahkan sampai melakukan kekerasan dan pemaksaan ,” ungkap Khofifah,Jumst (2/12).

Hasil penelitian, lanjutnya, juga menunjukkan pelaku kekerasan seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dengan rata-rata usia 16 tahun. Kekerasan seksual dilakukan oleh pelaku melalui melalui paksaan (67%) sementara itu bentuk kekerasan yang dilakukan berupa sentuhan/rabaan organ sensitif (30%) hingga hubungan badan (26%).

Mayoritas pelaku masih tinggal dengan orang tua (61,22%). Tempat terjadinya kekerasan seksual diantaranya di rumah teman (30,56%) dan di rumah korban (19,44%). Mayoritas pelaku dan korban telah saling kenal (87%).

Korban kekerasan seksual anak terungkap bahwa rentang usia mereka adalah 5–17 tahun. Karakteristik korban sebanyak 35,44% bersifat pendiam, cengeng dan pemalu. Sebanyak 24,05% bersifat hiperaktif dan  bandel dan sebanyak 13,92% senang berpakaian minim.

“Sementara dari sisi karakteristik sosial ekonomi keluarga baik pelaku maupun korban menunjukkan bahwa 55% merupakan keluarga yang didampingi dua orang tua  dan 45% merupakan keluarga cerai/meninggal,” terang Khofifah.(d2detakpos) 


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *