Serupai CENS dari Laut China Sebabkan Hujan Deras

JakartaDetakpos-Fenomena menyerupai Cross Equatorial Northerly Surge (CENS) berasal dari Laut China Selatan ke Teluk Jakarta menjadi penyebab tingginya curah hujan di wilayah Jabodetabek.

Sementara itu, armada TMC perlu diperkuat agar dapat melaksanakan penerbangan malam hari.

“Terkait kejadian banjir di beberapa titik di wilayah Jabodetabek pagi ini karena adanya fenomena CENS yang berasal dari Laut Cina Selatan, masuk ke Selat Karimata hingga ke Teluk Jakarta.  CENS dipicu 2 siklon tropis Ferdinand dan Esther di selatan Indonesia.

Massa udara dingin dari CENS kemudian mengalami konvergensi dengan massa udara daratan dari Jakarta yang terjadi malam hari. CENS menyebabkan proses pembentukan awan Cumulonimbus terjadi lebih cepat di teluk Jakarta.

“Siklon Ferdinand dan Esther berkontribusi terjadinya fenomena ini. Akibatnya hujan kerap terjadi pada malam hingga dinihari atau dikenal sebagai fenomena Nighttime-Morning Precipitation,” papar Tri Handoko Seto, Kepala Balai Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC-BPPT) di  Jakarta, Selasa (25/2/2020).
Menurut Tri Handoko Seto, wilayah Jabodetabek saat ini berada pada wilayah konvergensi massa udara sehingga menyebabkan peningkatan massa udara basah yang memicu terjadinya hujan lebat. Dari hasil analisa dan pengamatan cuaca, pertumbuhan awan-awan hujan yang terjadi di wilayah Jabodetabek sebagian besar terjadi pada malam hingga dini hari.

“Awan-awan mulai tumbuh secara masif pada malam hari dan terjadi hujan lebat pada malam hingga dini hari bahkan sampai dengan pagi hari. Awan-awan seperti ini di luar jangkauan kemampuan armada TMC yang ada saat ini. Keterbatasan operasional tim TMC Jabodetabek selama ini hanya bisa melakukan penyemaian pada awan-awan yang tumbuh pada pagi hingga siang menjelang sore,” ujarnya.

Menurut Tri Handoko Seto, pertimbangan keselamatan penerbangan menjadi prioritas utama sehingga penyemaian awan hanya dilakukan pada saat kondisi visual yang memadai, yaitu  rentang waktu setelah terbit matahari hingga menjelang terbenam matahari. “Mudah-mudahan kedepan, kami berharap armada TMC direvitalisasi agar mampu beroperasi pada malam hari,” ujarnya.

Berbeda kondisinya pada siang hari. Dari analisis dan pengamatan dalam beberapa hari terakhir,  lanjut Seto, pertumbuhan awan pada siang hari tidak cukup banyak. “Dari semula dua hingga tiga sorti penerbangan, kini  TMC dioperasikan  dengan melakukan penyemaian 1-2 sorties perhari saja,” ujarnya.
Koordinator Lapangan BBTMC-BPPT Posko TMC Halim Perdanakusuma Dwipa W. Soehoed mengatakan dalam pelaksanaan TMC, penerbangan dapat mencapai hingga  ke Barat dan Barat Laut Jabodetabek (70-90 Nm bahkan >100 Nm) untuk menjatuhkan awan hujan di lokasi tersebut.

“Tujuannya potensi pertumbuhan awan yang menuju ke Jabodetabek  dihujankan terlebih dulu,” ujarnya.
Tim TMC juga memantau dari data gradient wind, selain terjadi peningkatan masa udara basah juga tampak massa udara masuk dari perairan pasifik yang kemudian terjadi perlambatan karena pertemuan massa udara dari perairan Samudera Hindia.

“Tim kembali meningkatkan pengamatan cuaca secara intensif pertumbuhan dan pergerakan awan yang akan masuk ke wilayah Jabodetabek. Awan-awan yang bergerak kearah wilayah Jabodetabek segera disemai agar jatuh menjadi hujan sebelum masuk wilayah Jabodetabek,” ujar Dwipa W. Soehoed.

Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang dilakukan oleh BPPT bekerja sama dengan BNPB, TNI-AU dan BMKG dilaksanakan sejak 3 Januari lalu. Hingga Senin 24 Februari 2020, pelaksanaan TMC telah dilakukan sebanyak 127 sorti dengan total jam terbang lebih dari 274 jam dan total bahan semai yang digunakan lebih dari 205 ton, dengan ketinggian penyemaian sekitar 9.000- 12.000 kaki.

Operasi TMC dilakukan untuk penanggulangan banjir di wilayah Jabodetabek dengan cara mempercepat penurunan hujan sebelum mencapai wilayah Jabodetabek. Teknologi Modifikasi Cuaca pada misi ini ditujukan untuk meredistribusi dan mengurangi potensi curah hujan di wilayah Jabodetabek.

Penerbangan penyemaian dilakukan pada awan-awan potensial hujan di wilayah Kepulauan Seribu, sepanjang  Selat Sunda, Ujung Kulon dan sekitarnya.
Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksikan hujan lebat masih berpotensi terjadi di wilayah Jabodetabek pada 23-25 Februari 2020. Masyarakat diimbau agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan seperti angin kencang, genangan, banjir, banjir bandang, tanah longsor, pohon tumbang, dan jalan licin.  (BBTMC)

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *