”Akrobat” Politik Jelang Pendaftaran Pilpres 2019 Ditutup

Analisis Berita:

oleh A Adib Hambali (*)

DUA hari menjelang penutupan pendaftaran peserta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, yakni 10 Agustus 2019, sejumlah elite politik mempertontonkan manuver politik.

”Akrobat” politik yang menonjol adalah desakan untuk calon wakil presiden (cawapres) agar diterima dan digandeng oleh capres dan koalisi partai.

Meski pendaftaran capres-cawapres 2019 telah dibuka sejak tanggal 4 Agustus dan akan ditutup tanggal 10 Agustus 2018, hingga saat ini belum ada satu partai pun yang mendeklarasikan capres dan cawapres.

Meski Jokowi sudah lama mendeklarasikan akan maju kembali menjdi capres 2019, namun hingga detik ini pun belum berani secara terbuka menyebut siapa cawapres yang bakal digandeng.

Demikian pula dengan Gerindra yang sejak awal mencalonkan Prabowo sebagi capres, namun hingga dibukanya pendaftaran capres-cawapres, belum berani menyatakan terbuka untuk maju sebagai capres

Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, membuka peluang pembentukan poros ketiga bersama PAN dan PKB karena Prabowo Subianto tidak kunjung menentukan cawapres yang telah direkomendasikan melalui ijtima ulama.

Capres Prabowo sampai sekarang kan hanya disebut hanya memegang ”bola” tapi tidak dilempar jelas hari ini.

Presiden PKS Sohibul Iman di Gedung DPP PKS, Jakarta, Selasa (7/8), Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto hingga saat ini hanya memegang bola terkait pilihan cawapres untuk mendampingi dirinya tanpa melempar kepada siapa pun. 

PKS sendiri memutuskan Salim Segaf-UAS ‘Harga Mati’ Cawapres Prabowo

Padahal sejauh ini PKS telah menyetujui untuk mengikuti rekomendasi dari ijtima ulama yang memunculkan nama Ustad Abdul Somad dan Salim Asegaf sebagai dua kandidat kuat yang bisa dampingi Parbowo dalam Pilpres 2019. 

“Belum dilempar ke UAS, belum dilempar ke Salim,” kata Sohibul, dikutip CNN Indonesia. 

Ketidakpastian Prabowo tersebut PKS bermanuver dengan cara membangun komunikasi politik dengan partai lain. Bahkan berpeluang untuk membuka poros ketiga bisa terbentuk.

Poros ketiga
sangat terbuka apalagi setelah Jokowi memutuskan siapa cawapresn
yang dipilih. Bisa jadi ada yang kecewa di tubuh koalisi.

Jika poros ketiga terbentuk partai yang kemungkinan bergabung adalah PAN, PKS dan PKB. Sampai sekarang PKS masih membangun komunikasi intens dengan PKB.

Tiga partai, PKB, PAN, dan PKS dapat mengusung calon presiden dan wakil presiden karena memenuhi persyaratan. Perolehan suara tiga partai itu di Pemilu 2014 lebih dari ambang batas 20 persen. PKB memperoleh 11.298.957 atau 9,04 persen.

PKS meraih 8.480.204 atau 6,79 persen sedankan PAN 9.481.621 atau 7,59 persen.

Gatot–Cak Imin

Bendahara Umum PAN yang juga Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII), Nasrullah Larada, dilansir kanigoro.com menyatakan, melihat fakta tersebut, baik Jokowi maupun Prabowo masih menimang dan berpikir serius mencari cawapres sebagai pendamping.

Bahkan saking strategisnya posisi cawapres, partai-partai yang telah melakukan komunikasi politik untuk membentuk koalisi terancam bubar dan berantakan.

Gerindra-PAN-PKS yang sejak awal telah melakukan komunikasi politik untuk membentuk koalisi dengan mengusung Prabowo sebagai capres dan mengajukan beberapa nama untuk cawapres dari kader PAN dan PKS.

Kesolidan koalisi mereka tampaknya terancam bubar dengan hadirnya Partai Demokrat yang dikabarkan  mengajukan AHY sebagai cawapres.

Demikian pula di kubu Jokowi, koalisi gemuk PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, Hanura juga mulai tergerus mengingat Golkar dan PKB mendesak menempatkan kadernya sebagai cawapres.

Bahkan PKB sudah mulai ‘ancang-ancang’ jika Cak Cak Imin tidak digandeng sebagai capres, mereka akan hengkang dari koalisi gemuk tersebut.

Isyarat itu setidaknya muncul pascapertemuan puluhan kiai dengan Ketua Umum KH Said Aqil Siraj.

Alhasil, percaturan dan perebutan penentuan cawapres tampaknya berpotensi memunculkan poros ketiga (non Jokowi – non Prabowo).

Peluang Gatot Nurmantyo hadir sebagai nahkoda poros ketiga dengan bentukan koalisi baru PAN, PKB dan PKS patut diperhitungkan. Bahkan bisa menjadi ”kuda hitam” atas pengulangan Capres 2014 Jokowi vs Prabowo.

Gatot dengan bendera PAN, PKB, dan PKS berpeluang memenangkan pertarungan di Pilpres 2019 karena didukung oleh partai berbasis Islam baik kalangan modernis, tradisional maupun kultural. Ini menjadi menarik mengingat Cak Imin (Muhaimin Iskandar) hadir dari kalangan Islam Tradisional dan mengantongi suara signifikan di Jawa.

Pada perspektif lain, Gatot memiliki peluang untuk memenangi pertarungan jika menggandeng ekonom/pelaku bisnis yang bisa diterima oleh kalangan Islam tradisional maupun Islam modernis.

Jadi nantinya, kata Nasrullah, pasangan capres dan cawapres dalam Pilpres 2019, adalah Prabowo-AHY, Gatot-Cak Imin. Jokowi- entah dengan siapa bisa dari calon PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, Hanura. Semua masih serba terbuka.(*)

Penulis Redaktur Senior Detakpos.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *