DBH Migas dan ”Mimpi” Wong Jonegoro

Analisis Berita: Oleh AAdib Hambali

ASA warga Bojonegoro, Jawa Timur, terhadap kemakmuran dan kesejahteraan dari hasil minyak gas (migas), sangat besar. Namun harapan itu masih berkutat pada ”mimpi-mimpi” alias jauh panggang dari api.

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, memperoleh dana bagi hasil (DBH) migas pada tahun 2018 ini sebesar Rp1,3 triliun. Bahkan diprediksi Bojonegoro sebentar lagi akan mendapatkan berkah luar biasa dari migas. Karena dalam kurun 3 hibgga-4 tahun lagi adalah masa-masa  DBH migas melonjak tinggi karena cost recovery sudah selesai. Artinya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro akan mendapat suntikan dana besar. APBD Bojonegoro hampir mencapai Rp 3.4 triliun pada 2019.Jumlah fantastis ini menjadikan daerah ini memiliki APBD terbessr kedua di Jawa Timur.

Pertanyaannya, apa hubungan DBH migas dan APBD itu dengan kesejahteraan warga Bojonegoro. Jawabnya jelas ada korelasi karena dana itu masuk untuk pembangunan dan upaya menyejahterakan rakyat, selain untuk belanja rutin daerah.

Sayangnya politik anggaran APBD kerap kali belum berpihak pada rakyat sepenuhnya. Biasanya lebih banyak terserap untuk belanja rutin seperti gaji aparat sipil negara (ASN), termasuk untuk tunjangan jabatan dan menaikkan gaji anggota DPRD yang terus melonjak.

Maklum, ABPD dibuat oleh Pemkab bersama DPRD. Dewan berisi dan berfungsi menjadi kepanjangan tangan partai politik. Terserah dua pihak itu apakah akan dihabiskan dana migas masuk je kantong-kantong mereka atau lebih banyak untuk menyejahterakan rakyat.

Kalau mau ”berpesta”, inilah saat yang tepat. Anggaran besar ini kalau untuk membangun jalan, gedung, bangunan, sekolah, rumah sakit, jembatan dan infrastruktur lain, Bojonegoro akan mengalami pembangunan fisik yang luar biasa.

Kalau uang dari DBH migas itu dibagikan menjadi bantuan langsung kepada masyarakat juga bisa. Bak ”durian runtuh” uang ini langsung bisa membuat bahagia seluruh masyarakat Bojonegoro.

Namun perlu diingatkan, minyak ini suatu saat akan habis. Mungkin dalam 6-8 tahun, DBH migas akan mengalami penurunan luar biasa, sampai kemudian habis sama sekali. Pada waktu itu APBD akan turun drastis. Ketika itu terjadi penurunan, mungkin sudah tidak mempunyai lagi dana untuk beasiswa anak-anak, tidak ada lagi dana untuk jaminan kesehatan orang miskin, tidak ada lagi dana besar untuk pembangunan infrastruktur.

Dari situlah muncul gagasanuntuk menabung dalam bentuk dana abadi migas.Tujuan menysihkan dan menabung sebagian DBH migas itu untuk investasi abadi.Dengan dana abadi migas maka kita punya investasi abadi untuk menjamin keberlanjutan beasiswa seluruh anak Bojonegoro, bahkan sampai jenjang perguruan tinggi.

Nampaknya ego politisi menutup progran ini dengan dalih tidak ada payung hukum, sehingga terjadi tarik ulur dan gagal menciptakan aturan tentang dana abadi DPH Migas Tidak ada regulasi yang menjadi dasar hukum DBH migas, sehingga belum diteken oleh Pemprov Jatim.

Bagi mereka yang selama ini mengusung perlunya Dana Abadi DBH migas, menyatakan, yang harus dipahami bahwa gagasan dana abadi di Bojonegoro ini adalah yang pertama di Indonesia. Kalau dilihat dari Jakarta, Bojonegoro ini bagai debu di padang pasir. Tidak mungkin pemerintah pusat membuat regulasi yang khusus tujuannya untuk Bojonegoro.

Tetapi gagasan dana abadi atau endowment fund/sovereign fund ini sudah diterapkan di Kuwait, Russia, Kazakhstan, Norwegia dan beberapa negara lain dengan skala yang jauh lebih besar daripada di Bojonegoro.

Berikutnya, sebenarnya pemerintah pusat baru-baru ini sudah menerapkan konsep dana abadi lewat transformasi beasiswa LPDP menjadi dana abadi pendidikan. Lantas, kenapa Bojonegoro tidak bisa?Ada pertanyaan ihwal masa berlaku dana abadi migas melebihi 5 tahun masa jabatan bupati. Mana bisa? Yang tidak boleh adalah ketika kebijakan jangka panjang itu membebani atau meninggalkan hutang pemerintah selanjutnya.

Tapi ini malah memberikan keuntungan untuk pemerintah selanjutnya. Hal ini politisi yang menolak gagal paham. Para pengusung dana abadi meyakinkan bahwa kita masih perlu banyak dana untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang ada di Bojonegoro.

Mereka mempersilakan untuk membayangkan, ketika minyak habis nanti. Berapa puluh ribu orang yang akan kehilangan pekerjaan. Berapa jumlah masyarakat yang sudah kehilangan lahan pertanian karena sudah dijual untuk proyek migas. Alam rusak, pendapatan daerah turun drastis, dan perputaran uang di Bojonegoro akan berkurang jauh.

Sudah banyak cerita di tempat-tempat yang lain tentang daerah yang sebelumnya kaya raya karena sumber daya alam kemudian jatuh bangkrut ketika sumber daya alam itu habis. Yang tersisa hanya kemiskinan akut dan kenangan indah tentang kekayaan masa lalu. Apakah itu yang diinginkan terjadi di Bojonegoro masa depan?

Perlu ingat, keberadaan migas di bumi Bojonegoro bukan hanya hak kita, tapi itu juga hak anak-anak nanti. Sebetulnya mudah sekali kalau ingin menghabiskan uang itu sekarang, tapi mari perlu melihat masa depan. ”Mari menunda kenikmatan sesaat untuk menyelamatkan diri kita dari petaka di masa yang akan datang,”ajaknya.

Jelas ini ide yang bagus. Kenapa banyak pihak yang tidak mendukung. Penggagas ide ini melihat kalau dana abadi migas disahkan, berarti para kontraktor dan pemborong akan kehilangan potensi mendapat proyek pemerintah.

Kehilangan kesempatan untuk foya-foya memakai uang ini.Pemimpin yang tidak bijak, hanya ingin terlihat sebagai pahlawan. Bisa bagi-bagi proyek dan bagi-bagi uang sesukanya. Kalau dana abadi migas disahkan, otomatis dia kehilangan kesempatan untuk melakukan ini.

Berikutnya, banyak masyarakat yang masih belum paham, bahkan belum sadar tentang hal ini.Di Pilkada 2018 ini, hanya Mahkamah Konstitusi (MK) yang berjanji akan meneruskan perjuangan dana abadi migas. Yang lain teriak-teriak prorakyat, tapi mereka tidak mau memperjuangkan dana abadi migas.Sekarang semua terserah kita. Apakah kita mau tinggal diam, atau ikut mendukung dan bergerak memberitahu informasi ini pada orang lain.

Problem dana abadi DPH migas sempat menjadi perbincangan dalam debat kandidat calon bupati dan wakil bupati putaran pertama. Wong Jonegoro pun sebagian telah menyinak. Hanya mereka yang cerdas bisa memilih dan memilah untuk masa depan yang nyata, bukan janji janji mimpi kemakmuran dan kesejahteraan dari migas. (*)

Pelulis: Redaktur senior Detakpos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *