Firman: Kampanye Politik Praktis di Tempat Ibadah yang Dilarang

JakartaDetakpos-Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo menikai Ketua Majelis Kehormatan PAN Amien Rais memposisikan masyarakat Indonesia sama dengan dirinya dalam hal kesadaran serta memahami politik.

Anggota Fraksi Partai Golkar mengatakan hal tersebut menanggapi Amien Rais yang mengecam larangan kegiatan politik dilakukan di masjid.”Sepertinya Pak Amien Rais terlalu berprasangka baik bahwa umat Islam di Indonesia itu tingkat pemahaman dan kesadaran politiknya sudah seperti beliau semua,” ucapnya, Selasa (3/4).

Menurut dia, ketika seseorang sudah memahami politik, maka perbedaan pandangan akan dianggap biasa. Oleh karena itu, tidak akan ada kekhawatiran timbulnya gesekan ketika kegiatan politik boleh dilakukan di tempat ibadah seperti masjid.”Tapi pada masyarakat awam hal itu justru berbahaya,” kata Sekretaris Dewan Pakar DPP Golkar itu.

Dia lalu menegaskan sebetulnya tidak ada larangan berpolitik di masjid. Kegiatan yang dilarang, lanjutnya, adalah kampanye atau politik praktis. Dia mengatakan hal itu memang jelas dilarang dalam sejumlah peraturan.

Misalnya, Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang No 10 tahun 2016 tentang Pilkada.Menurut,  kampanye atau politik praktis dilarang dilakukan di masjid karena berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam.

“Soalnya tidak semua umat Islam itu memiliki aspirasi politik yang sama, memiliki pandangan dan paham politik yang sama.

.Firman Soebagyo mengatakan masih banyak tempat selain masjid yang bisa dijadikan ajang untuk kegiatan politik. Menurutnya tempat ibadah adalah tempat untuk berinteraksi dengan Tuhan.”Masih banyak tempat lain untuk aktivitas politik, kenapa menggunakan masjid,” ucap Firman.

Dia lalu menegaskan, selama ini masjid memang tidak pernah diperbolehkan untuk aktivitas politik. Firman mengklaim pelaksanaan pemilu cenderung aman ketika larangan tersebut diterapkan. Sebaliknya, Firman menilai akan ada akibat buruk jika kegiatan politik praktis boleh dilakukan di tempat ibadah.

“Sebaliknya kalau ada politik justru akan berpotensi akan gaduh,” kata Firman.Firman cemas akan ada banyak spanduk atau baliho terpampang di sekitar tempat ibadah. Bahkan, kata Firman, ada pula kemungkinan foto tokoh politik terpampang di dalam masjid. Firman menilai hal itu dapat berakibat buruk karena masyarakat yang datang beribadah memilki pandangan politik yang beragam.

“Bayangkan juga bagaimana kalau ustaz atau pendeta ceramahnya berisi salah satu tokoh politik yang tidak disukai masyarakat. Pasti akan ada friksi,” ucapnya.

Firman mengamini bahwa Amien berhak melontarkan argumen. Namun, saat ini telah ada peraturan yang telah disahkan bahwa tempat ibadah harus steril dari kegiatan politik. Diketahui, larangan kegiatan politik di tempat ibadah sudah tercantum dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Selain itu, larangan tersebut pun termaktub dalam Undang-Undang No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada.Firman lantas menyalahkan partai-partai politik yang tidak mengusulkan agar kegiatan politik boleh dilakukan di tempat ibadah kala undang-undang pemilu masih dibahas.

“Kalau ada tafsir lain, ketika itu partai yang mendukung Pak Amien itu harusnya berdebat dalam pembahasan undang-undang supaya diatur dalam undang-undang,” ucap Firman

Firman menegaskan bahwa larangan kegiatan politik di tempat ibadah telah disepakati bersama oleh DPR yang terdiri dari berbagai fraksi partai politik. Selain itu, pemerintah pun sepakat bahwa tempat ibadah tidak boleh dijadikan tempat kegiatan politik. Dalam tahap pembahasan,

DPR dan pemerintah juga meminta pendapat dari para pemuka agama tentang larangan tersebut sebelum undang-undang disahkan.”Referensi itu menjadi acuan bagi DPR untuk memutuskan disamping memutuskan bersama juga pemerintah,” kata Firman.(dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *