Fraksi PPP Tolak Rencana Program Full Day School

Jakarta – Detakpos- Rencana Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan yang akan memberlakukan jam belajar selama delapan jam sehari dan lima hari sekolah (Senin-Jumat) pada tahun ajaran baru Juli 2017, hakikatnya adalah program full day school yang akhir tahun lalu menimbulkan polemik di publik.

 

Padahal, sejak awal pemerintah berkomitmen untuk melakukan kajian secara komprehensif soal rencana tersebut. ” Rencana tersebut dipastikan bakal menimbulkan polemik dan kegaduhan baru di tengah masyarakat, karena sampai saat ini kita belum mendapatkan kajian atas rencana penerapan program itu,” tegas Reni Marlinawati Ketua Fraksi PPP DPR” dalam rilis kemarin.

 

Wakil Ketua Umum DPP PPP itu mengatakan, persoalan yang muncul akibat penerapan jam belajar selama delapan jam dalam sehari di antaranya persoalan ketersediaan infrastuktur sekolah yang tidak memadai. Masih banyak dalam satu sekolah dibuat dua gelombang jam sekolah, pagi dan sore karena keterbatasan lokal sekolah.

 

“Kebijakan tersebut bakal menggerus eksistensi pendidikan non-formal keagamaan maupun kursus lainnya di luar jam sekolah seperti madrasah diniyah (madin) yang telah inherent dalam praktik pendidikan bagi anak-anak usia sekolah.

 

” Waktu belajar Madin yang dilakukan usai salat ashar setiap harinya dipastikan secara pelan tapi pasti akan hilang di tengah masyarakat. Waktu anak-anak usia sekolah akan habis waktunya di bangku sekolah,” ungkap Wakil Ketua Umum DPP PPP.

 

Pendidikan keagamaan melalui jalur madrasah diniyah akan semakin minim diterima anak didik, padahal di sisi lain kebijakan full day school sama sekali tidak memberikan alokasi penambahan materi pendidikan keagamaan kepada anak didik.

 

”  Fraksi PPP DPR secara tegas menolak rencana kebijakan penerapan jam sekolah delapan jam dalam sehari,” tegas dia. Pasalnya, lanjut dia,  selain belum dilakukan kajian yang mendalam atas dampak penerapan tersebut baik dampak pada siswa, guru maupun kesiapan sekolah, kebijakan tersebut potensial berbenturan dengan eksistensi lembaga pendidikan non formal  seperti madrasah diniyah (madin) yang telah eksis bersama kehidupan masyarakat Islam Indonesia.

 

Reni Marlinawati meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mekakukan klarifikasi secara komprehensif tentang rencana tersebut dan melakukan kajian secara komprehensif terhadap dampak penerapan kebijakan tersebut.

 

“Jangan sampai masalah ini menambah kebingungan masyarakat. Saat ini masyarakat khususnya wali murid tengah berkonsentrasi menyiapkan tahun ajaran baru, daftar ulang anak sekolah, dan persoalan lainnya. (d2/detakpos)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *