Gus Ishom, Generasi Pewaris Keilmuan Kiai Sahal Mahfudz

 

OPINI
Oleh A Adib

Kiai Ahmad Ishomuddin (Gus Ishom), wakil ketua Komisi Fatwa MUI, resmi diberhentikan dari pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Pencopotan itu disebabkan karena kesaksian dia pada sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaya Purnama alias  Ahok, Gubernur DKI non aktif.

Keterangan Gus Ishom sebagai saksi ahli agama yang dihadirkan pihak terdakwa, dinyatakan bertentangan dengan sikap dan pandangan MUI.

Gus Ishom menyebut surat Almaidah ayat 51, berlaku saat perang di zaman Rasulullah, sehingga tidak tidak bisa diterapkan  pada pemilihan gubernur.

Sidang pleno, Rabu 29 maret 2017, memutuskan Gus Ishom diberhentikan debagai pengurus MUI. Pengajar IAIN Lampung itu pun menghormati keputusan pimpinan MUI. Dia menyebut menjadi saksi ahli agama kasus Ahok sebagai pribadi tidak atas nama institusi manapun.

Dr Syafiq Hasyim,  Ahli Agama lulusan Jerman yang juga rencananya akan dihadirkan di sidang kasus Ahok oleh pihak pengacara cagub DKI itu.

Tanpa terpengaruh oleh berita miring dan  pemecatan Gus Ishom, melalui WA menulis sedikit pengetahuan dirinya tentang Gus Ishom, meski dia tidak mengenal sebagaimana  mengenal ulama-ulama lain di NU sebelum tahun 2015.

Mungkin karena dia kurang update. Akhir 2014 atau awal 2015 dia balik ke Indonesia dari studi di Berlin dan hadir di Munas Alim Ulama untuk persiapan Muktamar 2015 di Jombang.

“Saya hadir pada sesi pembahasan yang berkaitan dengan hukum Islam (bahtsul masa’il) dan rapat itu dipimpin oleh seorang muda, sepantar saya, berkacamata tak terlalu tebal, menyandang selendang sorban, dan nampak gesit memimpin dan memoderatori sidang para ulama yang terhimpun dalam Forum Bahtsul Masa’il,”  kisahnya.

Meskipun sebagai aktivis lama di NU, dia pun  penasaran mengapa dirinya  tidak kenal ulama muda ini. Mungkin karena selama lima tahun lebih meskipun jadi rais Syuriah PCINU Jerman, dia  tidak mengamati dinamika internal NU di Tanah Air.

“Maka saya tanya ke samping kiri dan kanan, siapa pemimpin sidang? Sebelah saya menjawab, Kiai Ahmad Ishomuddin. Penasaran saya,

“siapa dia dan dari mana?” Dia ulama muda dari Lampung. Cukup jawaban itu karena dia sebenarnya lebih cukup terjawab cara Gus Ishom memimpin, mengutip makhad aqwal ulama, merujuk dalil Alquran dan Hadits dan kitab-kitab rujukan di lingkungan NU,” terang dia.

Kesan pertamanya,  dia pasti nyantrinya lama dan tekun membaca kitab. Dia bisa hafal makhad yang panjang-panjang.

Hafal Alqur’an dan Hadits banyak dijumpai, namun hafal makhad sebuah kitab, jarang orang terpelajar dan santri yang menghafalnya. ” Meskipun saya terkesan, saya tidak berkenalan langsung pada saat itu,” ungkap dia.

Dalam hal ini,  Syafiq mengaku terkena kebiasaan lama, malu berkenalan dengan tokoh baru. “Biar dia yang kenal saya,” tutur dia.

Ternyata saatnya tiba, dia dan Gus Ishom diundang oleh STAIMAFA, Kajen, Pati, Jawa Tengah, untuk membedah fiqih sosial Allah Yarhamhu KH Sahal Mahfudz.

Di sinilah kemudian keduanya berkenalan lebih akrab, nginep di hotel yang sama, dan cari makan keluar sama-sama.

Dalam acara bedah pemikiran kiai Sahal, Gus Ishom bercerita soal kealiman dan kedalaman pemikiran kiai Sahal, sulit mencari tandingannya.

Pewaris Keilmuan

Dia bukan santri langsung kiai Sahal namun dia berusaha membaca semua karya-karya kiai Sahal yang berbahasa Arab. Keahlian Gus Ishom dalam bidang fiqih dan usul fiqih menyebabkan dirinya  mudah untuk menghubungkan garis pemikiran kiai Sahal dengan mainstream pemikiran fiqih dan ushul fiqih para pemikir besar Islam.

Dari pertemuan di STAIMAFA inilah kemudian Syafiq dan Gus Ishom bertukar pemikiran secara intensif. “Jika ada masalah yang menurutnya saya tahu dan ahli maka dia telpon dan mengajak diskusi. Saya pun demikian.”

Berdasarkan kesan Syafiq ini mengingatkan kita pada Kiai Sahal muda yang juga lincah dalam memimpin sidang dalam forum bahsul masail, mampu menghafal makhad dalil-dalil kitab yang panjang,  bukti pengusaan dalam ilmu fiqih dan usul fiqih yang memadai.

Gus Ishom adalah sosok generasi pewaris dan penerus keilmuan mantan ketua MUI pusat kiai Sahal.
MUI yang dibentuk oleh pemerintah orde baru ini untuk sementara jelas kehilangan seorang pewaris keilmuan mantan ketua umum MUI Pusat KH Sahal Mahfudz.

– AAdib adalah Wartawan senior di Bojonegoro.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *