Jangan Mundur, Pimpinan KPK Perlu Komunikasi dengan Presiden

Jakarta –Detakpos– Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyerahkan mandat kepada Presiden Joko Widodo. Hal ini menyusul kisruh terkait adanya Revisi Undang-Undang KPK yang disetujui DPR dan pemerintah.

Direktur Rumah Demokrasi Indonesia Fernando Emas menilai penyerahan mandat Pimpinan KPK ke Presiden Jokowi untuk pemberantasan korupsi kurang tepat dan sangat tidak bertanggung jawab.

“Tanggung jawab berdasarkan UU ada di KPK sebagai lembaga khusus yang dibentuk untuk melakukan pemberantasan korupsi.
Kalau pimpinan KPK tidak sependapat dengan revisi UU KPK yang dilakukan pemerintah dan DPR, bisa dilakukan berkomunikasi dengan Jokowi atau bersurat untuk menyampaikan keberatan dan alasan yang kuat.

Pengamat politik Untag 45 Jakarta ini mengatakan, UU yang akan dilakukan oleh Pemerintah dan DPR juga harus dengan semangat pemberantasan korupsi.

“Revisi UU KPK saya yakin semata-mata untuk membangun KPK lebih baik dalam memberantas korupsi.”

Adanya prioritas dalam pencegahan korupsi dan dilakukan secara terukur. Jangan sampai KPK bekerja hanya melakukan penangkapan namun pencegahan diabaikan.

“KPK dalam melakukan penanganan korupsi juga jangan seperti dikejar target,”tutur dia.

Menurut Pakar hukum tata negara dan hukum pemerintahan Juanda, langkah Pimpinan KPK mengembalikan tanggung jawab kepada Presiden harus disikapi dengan pemanggilan terhadap seluruh pimpinan tersebut oleh Kepala Negara.

“Presiden harus memanggil komisioner KPK yang masih ada, kecuali yang sudah mengundurkan diri. Presiden harus memberikan ketegasan bahwa KPK tetap harus berfungsi seperti biasa,” kata Juanda.

Dia mengatakan selanjutnya komisioner KPK harus memberikan arahan kepada seluruh pegawai bahwa kepentingan bangsa dan negara harus lebih diutamakan.

Jika komisioner KPK yang ada tetap tidak mau bekerja demi menjaga dan menyelamatkan KPK dan memilih mengundurkan diri, Jokowi menurutnya dapat segera melantik komisioner KPK baru atau diawali dengan mengangkat pelaksana tugas pimpinan KPK.

Adapun terkait dikembalikannya tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden oleh pimpinan KPK, Juanda memandang dalam hal ini secara fungsional segala fungsi, wewenang pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab Presiden.

Meskipun, pimpinan KPK tidak menyatakan mundur, namun pengembalian mandat berarti pimpinan KPK enggan menjalankan mandat tersebut.

“Dan jika tidak mau menjalankan mandat sama sebenarnya KPK dalam kondisi stagnan. Artinya mereka secara fisik atau organ masih tetap komisioner tapi tidak menjalankan tugas lagi,” kata dia.

Langkah pimpinan KPK itu, kata dia, bisa juga merupakan bentuk protes atas kejadian yang ada saat ini dan bisa pula sebagai strategi mendesak Presiden agar melakukan pembenahan keadaan.

Dia menilai pimpinan KPK mungkin protes terhadap mekanisme dan sikap yang diambil Presiden terhadap calon pimpinan KPK yang baru yang dianggap tidak sesuai dengan selera mereka dan dihasilkan melalui prosedur cacat.

Serta protes atas Revisi UU KPK yang dianggap melemahkan KPK yakni Presiden dianggap tidak merespon aspirasi mereka.

Dia menilai sebenarnya pengembalian mandat semestinya tidak boleh terjadi. Seharusnya, apapun yang terjadi komisioner KPK yang ada tetap menjalakan tugas secara normal sampai habis masa jabatan.

“Kalau komisioner menganggap tidak mampu bekerja lagi dengan kondisi tertentu sekarang ini, kenapa tidak mundur biar jelas sikap yang diambil, daripada mengambang seperti ini,” jelasnya.(d/2)

Editor: A Adiba

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *