Jokowi Dinilai Mengulang Membangun dengan Utang

JakartaDetakpos-Program Nawacita yang tertuang dalam visi dan misi Presiden Joko Widodo -Jusuf Kalla dinilai tidak dapat direalisasikan. Pemerintah Jokowi justru dituding mengulangi kebijakan yang dilakukan oleh orde baru, yaitu pembangunan disandarkan kepada hutang luar negeri.

Data Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), utang luar negeri Indonesia terus mengalami kenaikan cukup signifikan sejak tiga tahun terakhir.

”Hingga saat ini utang luar negeri Indonesia mencapai Rp 7.000 triliun, jumlah tersebut merupakan total utang pemerintah dan swasta.” Ketua Panitia Konferensi Gerakan Nasional Satu Periode Sangap Surbakti dan Sekretaris Bin Firman Tresnadi dalam siaran pers yang diterima, kemarin.

Dari sisi Pemerintah, utang tersebut digunakan dalam rangka menambal defisit anggaran pemerintah. Sementara  utang swasta dilakukan oleh korporasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peningkatan utang terus berlanjut hingga APBN 2018 bulan Februari menembus angka Rp 4.034,8 triliun dan pada APBN 2018 mencapai Rp 4.772 triliun.

Menurur Surbakti, Pemerintah Jokowi dinilai mengobral utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Jika kepemilikan SBN didominasi oleh asing, maka pemerintah tidak dapat mengendalikan pergerakan pasar.

”Akibatnya ketika ada penguatan dolar Amerika Serikat terhadap rupiah, pemerintah tak dapat berbuat banyak kecuali menyalahkan pihak eksternal,”tutur Surbekti.

Besaran utang luar negeri ini harus menjadi perhatian semua pihak. Khususnya utang luar negeri yang digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.

”Pembiayaan infrastruktur melalui utang luar negeri tak selalu berjalan mulus, ada beberapa negara yang gagal bayar atau bangkrut,”tuturnya.

Kisah pahit negara yang gagal membayar utang dari utang luar negeri adalah Zimbabwe yang memiliki utang sebesar 40 juta dolar AS kepada China.

”Akan tetapi Zimbabwe tak mampu membayarkan utangnya kepada China, hingga akhirnya harus mengganti mata uangnnya menjadi Yuan sebagai imbalan penghapusan utang,”paparnya.

Kemudian, kisah pahit selanjutnya dialami oleh Nigeria yang disebabkan oleh model pembiayaan melalui utang yang disertai perjanjian merugikan negara penerima pinjaman dalam jangka panjang.

Dalam hal ini China mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh kasar asal China untuk pembangunan infrastruktur di Negeria. Sri Lanka yang juga tidak mampu membayarkan utang luar negerinya untuk pembangunan infrastruktur, sehingga harus melepas Pelabuhan Hambatota sebesar Rp 1,1 triliun atau sebesar 70 persen saham dijual kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China.

Mereka membangun proyek infrastrukturnya lewat utang, akhirnya mereka tidak bisa bayar utang. ”Banyak negara, Negara Angola juga termasuk salah satu yang terjerat utang dan mengganti nilai mata uangnya menjadi Yuan,”ungkapnya.

Contoh-contoh itu, menurut Surbakti, diadopsi bulat-bulat oleh Pemerintah Jokowi-JK, maka tak heran jika saat ini mengobral murah BUMN dan membuka kran yang luas bagi TKA, khususnya dari China.

”Visi-Misi Nawacita pemerintahan Joko Widodo yang ingin melakukan tata kelola pemerintahan bersih, efektif, demokratis dan terpercaya dinilai hanya jargon,”tambah dia.

Oleh karena itu Surbekri menyerukan Jokowi cukup satu periode Pemerintahan ke depan (Paska Jokowi), menururntnya, harus bisa mengelola keberagaman rakyat Indonesia menjadi modal bagi proses bangsa Indonesia yang semakin solid dan tak tergerus oleh waktu, harus bisa mengembalikan satu perasaan seluruh rakyat Indonesia, seperti menjelang kemerdekaan 1945 dulu.

”Jangan sampai kebijakan ekonomi dan politik ke depan mengulangi penyimpangan lama dari rezim-rezim sebelumnya, yang justru memprovokasi rakyat untuk melahirkan perlawanan daerah untuk menjadi bangsa dan negara baru, berpisah dari Republik Indonesia.

”Surbekti menyatakan, Negara membutuhkan kepemimpinan nasional yang tulus dan solid untuk memimpin Indonesia kembali ke arah yang benar yang mampu membangunkan dan mengaktifkan massa rakyat untuk menjalankan cita-cita Proklamasi. (dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *