Kasus Suku Uighu Dipolitisasi Jelang Pilpres 2019

JakartaDetakpos-Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, persoalan di Xinjiang adalah persoalan yang sangat kompleks karena sudah terjadi sejak Tiongkok masih dalam masa kedinastian.

Ia menyebut soal separatisme, ekstremisme, terorisme serta kesenjangan sosial adalah benang kusut yang memang harus segera diselesaikan Pemerintah Tiongkok.

“Penyikapan Tiongkok anti-Islam adalah sikap prematur dan mengesampingkan fakta sejarah terlalu tergesa-gesa dan reaktif,”ujar dia dihubungi di Jakarta, Sabtu,- (22/12).

PP GP Ansor mengkaji dengan seksama, khususnya secara geopolitik terkait isu di Xinjiang, di mana justru dimanfaatkan pihak tertentu untuk kepentingan politik.

Termasuk kepentingan politik di Tanah Air mendekati Pileg dan Pilpres 2019 mendatang,” tegas Yaqut,

Menurut pria yang karib disapa Gus Yaqut ini, fakta terkait Xinjiang juga dibelokkan sedemikian rupa, sehingga jadi senjata dari kekuatan politik tertentu untuk menyerang kekuatan politik lainnya.

Fakta yang dihimpun GP Ansor menemukan hal yang sangat jauh berbeda dengan sebaran isu di Indonesia.

“Berita yang tersebar bahwa Pemerintah Tiongkok anti-Islam adalah pesan yang dibawa kepentingan tertentu, menunggang pada kekuatan politik tertentu, dan tujuannya untuk membawa segala macam krisis tersebut ke Indonesia.”

“Bahkan, banyak berita hoaks diproduksi. Kami menemukan banyak link berita yang tidak sesuai fakta, seperti foto-foto kejadian lain tapi disebut itu kejadian yang menimpa etnis Uighur di Xianjiang. Ini jahat sekali,” ungkap Gus Yaqut.

PP GP Ansor, terang Gus Yaqut, memantau alur tersebut sejak meredupnya ISIS di Timur Tengah, kalahnya ISIS di Marawi, hingga bubarnya HTI di Indonesia.

Kepentingan politik transnasional menggunakan isu kebijakan Pemerintah Tiongkok di Xinjiang dengan objek Suku Uighur seolah ini peperangan antara China vs Islam, dengan tujuan terjadi chaos dengan sentimen agama seperti yang mereka lakukan di Suriah dan Irak.

Gus Yaqut mengatakan, separatis dari etnis Uighur yang merupakan alumni ISIS Suriah kembali ke Tiongkok bertujuan melanjutkan “Jihad” dengan mengedepankan isu agama sebagai pintu pembuka rencana rusuh dan teror di Asia pada umumnya.

“Separatisme ini tentu saja ditangani Pemerintah Tiongkok dengan cara dan langkah mereka yang harus dihormati oleh semua pihak karena menyangkut kedaulatan sebuah negara bangsa,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Gus Yaqut, persoalan Xinjiang tidak bisa dikaitkan dengan kebijakan anti-Islam. Yang dilakukan otoritas Tiongkok adalah tindakan untuk mencegah gerakan separatisme, sehingga jikapun ada dugaan terjadinya tindakan pelanggaran HAM di sana tetap harus ditempatkan pada persoalan cara penanganan separatisme yang kurang tepat, bukan pada kesimpulan bahwa Pemerintah Tiongkok anti-Islam.

Ia menyamakan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang menangani gerakan separatisme dan terorisme, maka tidak ada hak bagi entitas negara manapun untuk ikut campur urusan dalam negeri negara berdaulat yang lain.

“GP Ansor sejalan dengan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berprinsip Bebas Aktif sesuai dengan UUD 1945 sebagai dasar ideologi Indonesia. Sikap GP Ansor tersebut adalah untuk menjaga keutuhan NKRI dan tidak mudah termakan isu yang beredar, sehingga menyebabkan perpecahan antaranak bangsa,” kata Gus Yaqut.

Menurut dia, fakta sebenarnya tentang Xinjiang telah banyak diberitakan oleh kantor berita internasional dan juga nasional untuk mengklarifikasi dan menginformasikan secara seimbang kejadian di Tiongkok.

“Untuk itu, GP Ansor mengajak pada semua pihak, untuk menyikapi persoalan Xianjiang ini dengan bijak, dan tidak memanfaatkan kejadian ini untuk tujuan-tujuan yang bisa memperkeruh suasana bangsa kita sendiri,” ujar Gus Yaqut. (dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *