Ketika Kang Yoto Dibidik dengan Participating Interest

Opini oleh : A Adib Hambali (*)

SEBAGIAN WARGA Bojonegoro, Jawa Timur, dalam bulan Ramadhan ini sedang menikmati berbuka bersama (bukber) dengan para calon bupati dan wakil bupati yang mereka dukung.

Bahkan sebagian dari mereka sedang dalam suasana euforia karena merasa menikmati kemenangan sambil berniat tasyakuran atas kemenangan calon yang diusung, meski coblosan baru digelar 27 Juni mendatang.

Dari warung kopi ke warung kopi lain, obrolan yang ngetrend adalah soal pilkada yang sebentar lagi digelar. Diskusi kecil pun muncul di antara mereka dengan gayeng sambil minum kopi berjam-jam lamanya.

Sebagian dari mereka pun ada yang dalam suasana euforia. Pasalnya calon yang didukung sudah dianggap memenangi pilkada.”Pilkada sudah selesai. Bahkan sebelum masuk bulan Ramadhan sudah ada pemenangnya,”kata salah seorang warga yang cangruk di salah satu warung kopi malam itu.

Dia pun memprediksi siapa pemenangnya alias yang terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati priode lima tahun mendatang, yaitu pasangan calon yang memperoleh dukungan 2.500 orang sebelum masuk Ramadhan.

Lantas siapa di atas kertas yang diprediksi mengantongi lebih dari 2.500 pendukung. Masing-masing kubu pasangan calon mengklaim jagonya mendapat dukungan sebesar itu.

Yang pasti ada salah satu dari calonDengan begitu tiga pasangan yang lain akan memperebutkan 750 ribu suara, jika diprediksi pemilih yang datang di Tempat Pemungutan Suara (TPS) mencapai 1 juta pemilih.

Dengan modal 250 ribu suara, maka tinggal menambah sedikit. Sementara tiga pasang lain semakin keras nencari suara, maka peluang pasangan yang sudah start 2.500 pendukung semakin terbuka untuk menang.

Tidak terkecuali pasangan nomor 2, Mahfudhoh-Kuswiyanto. Dari tiga jalur terus bergerak untuk mendekati jalur aman. Tiga jalur itu yaitu Mahfudhoh, Kuswiyanto dan Suyoto (Kang Yoto).

Buktinya pasangan itu yang menjadi incaran pasangan calon lain untuk dibidik, karena diprediksi pendukungnya di atas 250 ribu dan berpeluang terpilih. Begitu pendapat kubu Mahfudhoh Suyoto.

Tak mengherankan jika akhirnya muncul kampanye negatif (kampanye hitam) dengan mengungkap kasus lama untuk membidik Suyoto, karena dukunganya tidak terbendung, kata salah seorang pendukung Mahfudhoh.

Adalah FKRB (Forum Kedaulatan Rakyat Bojonegoro) yang melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait Participating Interest (PI) yang diduga ada kejanggalan dan penyimpangan.

Efektifkah? Suyoto menjelaskan soal PI menjadi keputusan sejak masa mantan bupati Santoso, dilanjutkan pada masa jabatannya.Hingga selesai menjabat, belum ada satu rupiah pun uang mengalir ke PT SER, seperti dilaporkan oleh FKRB

Sebab, dari hasil evaluasi KJPP, Pemkab diminta mengikuti saran KPK dan BPK. Sementara draf itu baru turun menjelang masa jabatan Suyoto berakhir, dan di dalam draf dinyatakan seluruh perjanjian adalah wajar.

JIka yang dipertanyakan amanat UUD 45, yaitu kekayaan alam harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan sebesar besarnya demi kemakmuran rakyat, Suyoto pun menyatakan, alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) Migas itu untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi, dan dana abadi.

Tidak berhenti di situ, Suyoto mengajukan program Dana Abadi. Namun mendapatkan ganjalan dari banyak pihak yang gagal memahami perlunya dana iti untuk masa depan warga Bojonegoro.

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro,  memperoleh DBH migas pada 2018 ini sebesar Rp1,3 triliun.Bahkan diprediksi sebentar lagi akan mendapat berkah luar biasa dari migas. Karena dalam kurun tiga hingga empat tahun lagi DBH migas melonjak karena cost recovery sudah selesai.

Artinya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro akan mendapat dana besar. APBD hampir mencapai Rp 3.4 triliun pada 2019. Jumlah fantastis bakal menjadikan daerah ini memiliki APBD terbesar kedua di Jawa Timur.

Anggaran besar ini kalau untuk membangun jalan, gedung, bangunan, sekolah, rumah sakit, jembatan dan infrastruktur lain, Bojonegoro akan mengalami pembangunan fisik luar biasa. Kalau uang dari DBH migas itu dibagikan menjadi bantuan tunai langsung kepada masyarakat juga bisa. Bak ”durian runtuh” uang ini langsung bisa membuat seluruh masyarakat Bojonegoro bersukaria.

Perlu diingat, minyak ini akan habis. Mungkin dalam 6-8 tahun, DBH migas akan mengalami penurunan, hingga habis sama sekali.Akibatnya APBD akan turun drastis. Ketika terjadi penurunan, mungkin sudah tidak mempunyai lagi dana untuk beasiswa anak-anak, tidak ada lagi dana untuk jaminan kesehatan orang miskin, tidak ada lagi dana besar untuk pembangunan infrastruktur.

Dari situlah muncul gagasan Bupati Suyoto saat itu, untuk menabung dalam bentuk Dana Abadi Migas.Tujuannya, menyisihkan dan  sebagian DBH Migas sebagai investasi abadi.

Dengan Dana Abadi Migas maka mempunyai investasi abadi untuk menjamin keberlanjutan beasiswa seluruh anak Bojonegoro, bahkan sampai jenjang perguruan tinggi.Jadi yang menjadi tuntutan FKRB kepada Suyoto, jelas salah alamat karena Bupati Bojobegoro Periode 2008-2018) ini sudah berbuat dan melangkah lebih maju untuk memenuhi amanat konstitusi.

Mestinya tuntutan itu kepada politisi yang menutup progran ini dengan dalih tidak ada payung hukum, sehingga terjadi tarik ulur dan gagal membuat aturan tentang Dana Abadi DPH Migas.(*)

Penulis: Redaktur Pelaksana Detakpos di Bojonegoro.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *