Menebak Arah Bandul Politik ”Nyanyian” Setnov

Analisis Berita: Oleh H Adib Hambali(*)

TERDAKWA kasus korupsi e-KTP Setya Novanto (Setnov) ”bernyanyi.”  Di Persidangan Pengadilan Tipikor dua nama kader PDI Perjuangan Puan Maharani dan Pramono Anung disebut menerima uang proyek itu masing-masing sebesar 500 ribu dolar AS.

Pengakuan terdakwa Setnov belum tentu benar. Apalagi menyebut nama dua kader PDI Perjuangan yang menjabat menteri di Kabinet Kerja ini.

Adalah Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono yang menganalisa suara nyaring Setnov. Sepertinya mantan ketua umum Golkar itu hanya ingin menarik perhatian Presiden Joko Widodo sajaTerbukti, akhirnya Joko Widodo menyampaikan sikap dengan mempersilakan KPK untuk memeriksa Puan dan Pramono jika memang ada bukti.

Setnov, menyebut ada uang hasil korupsi yang mengalir kepada dua politisi PDI Perjuangan, yakni Puan Maharani dan Pramono Anung. Uang itu diberikan lewat Oka Masagung Dan alasannya juga aneh katanya cuma karena Oka Masagung dekat dengan keluarga Soekarno.

Kalau secara fakta yang ada di mana Pramono Anung yang saat proyek e-KTP diajukan anggaran oleh Pemerintah SBY, Pramono Anung  sama sekali tidak ada pada domain pemutus anggaran.

Begitu juga Puan Maharani yang menjadi ketua Fraksi PDIP juga tidak masuk dalam domain proyek e-KTP Jadi pengakuan Setnov itu tidak mendasar terkait uang 500 ribu dolar AS yang mengalir ke Puan dan Pramono Anung.

Sementara terkait komitmen Joko Widodo yang mempersilakan untuk memeriksa Puan dan Pramono lebih bernuansa politik ”penyanderaan” terhadap PDI Perjuangan, walaupun didasarkan pada alasan negara hukum.

”Sepertinya jelang Pilpres Joko Widodo mulai pencitraan seakan akan tidak peduli dengan kedua kader PDI Perjuangan yang diakui Setnov menerima aliran dana hasil korupsi e-KTP,”tutur dia.

Justru yang mengherankan tidak ada  pejabat di era SBY dijerat dalam kasus e-KTP. ”Kok baru para anggota Dewan yang dijerat ,”ujar dia.

Padahal terdakwa Setnov menulis nama elite di buku hitam miliknya.”Sebab engak mungkin proyek sebesar e-KTP tidak melibatkan petinggi negara saat itu ,”tutur Arief Poyuono.

Pernyataan mantan ketua umum Partai Golkar di persidangan itu membandul juga rencana PDIP dengan Partai Demokrat untuk Pemilu 2019.

Sekjen Hasto Krisyanto dalam rilis pers pun mengatakan posisi PDIP ketika proyek e-KTP bergulir adalah sebagai partai opisisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dia menyebut tidak ada representasi dari PDIP yang duduk sebagai menteri di Kabinet Indonesia Bersatu selama 10 tahun SBY berkuasa.Sementara selama dua periode SBY menjadi Presiden, Demokrat merupakan partai penguasa dan pendukung utama pemerintahan.

Hasto pun meminta Menteri Dalam Negeri ketika itu, Gamawan Fauzi menjelaskan secara gamblang akar persoalan korupsi e-KTP. Menurutnya, hal tersebut bagian tanggung jawab moral lantaran pemerintahan saat itu memiliki slogan ‘katakan tidak pada korupsi’.”

Hasilnya begitu banyak kasus korupsi yang terjadi. Tentu rakyatlah yang akan menilai akar dari persoalan korupsi tersebut, termasuk e-KTP,” tuturnya.

Pernyataan orang nomor dua di partai banteng moncong putih itu membuat sejumlah politikus Demokrat bereaksi. Partai besutan SBY itu menilai PDIP sedang ‘cuci tangan’ dalam proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu.Sekjen PDIP yang langsung menyalahkan kebijakan dan program e-KTP lantaran kader-kadernya ada yang diduga terlibat korupsi e-KTP, ibarat mencuci tangan yang kotor dan kemudian airnya disiramkan ke orang lain,” kata Sekretaris Jenderal Demokrat Hinca Panjaitan.

Hubungan PDIP dan Demokrat memanas di tengah wacana membangun koalisi untuk Pemilu 2019. Pernyataa Hasto mengganggu wacana koalisi di Pemilu 2019.

Wacana koalisi PDIP dengan Demokrat berembus seiring keinginan Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertemu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Namun, Megawati menugaskan Hasto dan putranya Muhammad Prananda Prabowo, yang menjabat sebagai Ketua Bidang Ekonomi Kreatif PDIP untuk menemui AHY. Meski rencana pertemuan itu belum terealisasi.Selain itu, hubungan PDIP dan Demokrat berjalan harmonis sebelumnya setelah AHY juga yang mengundang Presiden Joko Widodo yang juga kader PDIP untuk hadir dalam Rapimnas Demokrat awal bulan ini.

Jokowi hadir dan disambut hangat oleh SBY bersama seluruh kader partai berlambang bintang mercy itu.Dalam acara itu SBY memberikan sinyal bakal berkoalisi dengan pemerintahan Jokowi, yang telah diusung PDIP sebagai calon presiden 2019-2024.

Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas mengatakan keterangan Setnov soal adanya aliran uang e-KTP kepada Puan dan Pramono yang kemudian memunculkan saling lempar tudingan antara beberapa politikus PDIP dan Demokrat salah satu ujian kedua partai membangun koalisi.

Jika ‘nyanyian’ Setnov ini sudah membuat rusak hubungan kedua partai, maka ke depan akan sulit dibayangkan ada koalisi solid antara keduanya.(*)

*Redaktur Senior tinggal di Bojonegoro.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *