Naikan Pendapatan Petani dengan Uang atau Kartu?

Analisis Berita: Oleh A Adib Hambali

PETANI menjadi tulang punggung pembangunan. Namun sektor pertanian ini cenderung masih terabaikan. Perlindungan terhadap petani masih perlu ditingkatkan, sehingga berbagai permasalahan di sektor pertanian tidak terus berlangsung.

Contohnya dalam program pencapaian ketahanan/kedaulatan pangan, Pemerintah selalu berusaha melakukan berbagai terobosan peningkatan produksi untuk mengamankan ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas pangan.

Namun, peningkatan produksi itu tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan petani. Setidaknya masalah yang dihadapi petani. Yaitu sempitnya rata-rata penguasaan lahan oleh petani, sehingga petani tidak dapat memproduksi hasil pertanian secara maksimal.

Ketersediaan dan keterjangkauan saprodi (pupuk, bibit, pestisida). Banyaknya kebocoran sistem distribusi menyulitkan petani untuk mendapatkan pupuk dengan mudah dan harga terjangkau.

Akses petani terhadap perbankan sebagai alternatif pembiayaan utama sangat rendah, sehingga petani terjerat sistem ijon dan tengkulak.

Namun petani selalu mendapat ”angin surga” di saat kampanye di Pilkada. Maklum jumlah mereka paling banyak di antara profesi lain termasuk di Bojonegoro,Jawa Timur.

Wajar jika petani selalu menjadi pembahasan khusus dan serius ketika calon bupati dan calon wakil bupati menggelar debat publik belum lama ini.

Muniran, wara Sumber Bendo Bubulan mencoba mencari pencerahan problem ini. Secara sederhana pendapatan petani akan naik apabila pendapatan dari bertani tidak habis untuk biaya tanam (produksi).

Petani akan sengsara kalau hasil kerja taninya tidak ada sisa, apalagi kalau kebutuhan makan minum, listrik, kesehatan dan pendidikan dan lainnya naik.Karena itu pemerintah (pemkab) harus memastikan ketersediaan sarana produksi (saprodi): air, benih, pupuk, alat alat pertanian dan panduan cuaca agar tidak salah musim tanam.

Dengan lahan yang sama petani berharap bisa tanam lebih satu kali (dengan istilah yang populer Indek pertanaman Petani naik). Petani padi misalnya, juga berharap hasil produksinya naik.

Dalam percobaan satu hektare sawah sudah ada yang menghasilkan 10 ton gabah, semantara saat ini rata rata Bojonegoro 6,5 ton perhektare. Kenaikan produksi sangat dipengaruhi jenis benih, air, pengolahan tanah, teknik budidaya, perawatan dan pemupukan dan daya tahan terhadap hama.

Pemkab harus hadir membantu petani untuk semua hal ini dan selain menyiapkan sarana diperlukan juga kehadiran bimbingan lewat Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).Integrated farming yaitu integrasi antara peternakan dan pertanian dapat menjadi solusi menurunkan biaya pertanian.

Berikutnya, harga hasil panen. Bila saat panen harga komuditas turun petani akan sangat terpukul dengan kerugian. Saat panen padi, bawang merah, jagung dan lainnya tiba tiba harga jatuh. Kejatuhan harga menyebabkan nilai tukar petani turun (NTP).

Pemerintah harus menjaga harga.Selanjutnnya, diversifikasi tanaman. Ada juga komoditas pertanian yang lebih menguntungkan jika dibudidayakan, misalnya melon, jambu, pisang atau bayam, sawi, lombok (holtikultura).

Jika masalah utama petani adalah menaikkan Indek Pertanaman (IP), indek produksi atau jumlah hasil produksi, harga pascapanen yang memadai, perlindungan asuransi yang mengcover biaya tanam (asuransi tani).Pertanyaannya, apakah semua masalah tersebut di atas akan diselesaikan dengan KTM mandiri yang menjanjikan bantuan hingga Rp10 juta.

Bantuan cash atau subsidi yang selama ini ada dimasukkan Kartu sebagaimana program pusat sekarang ini.Apakah benar petani akan terima uang cash sampai Rp 10 juta.

Bukannya semua subsidi yang selama ini diterima, termasuk subsidi asuransi pertanian yang dihitung sebagai bantuan. Artinya petani tidak akan terima uang cash tapi semua bantuan itu akan dihitungkan dan dicantumkan dalam kartu tani yang diberi nama kartu tani mandiri (KTM).

Kartu seperti ini bukan barang baru karena untuk Bojonegoro sudah sejak tahun lalu dikerjakan oleh BNI atas perintah Presiden Jokowi, kelak direncanakan jika sukses maka semua subsidi tidak lagi diserahkan lewat pabrik, tapi dimasukkan dalam bantuan lewat kartu yang nilai subsidinya akan berkurang setiap dibelanjakan.

Jika yang dimaksudkan KTM itu adalah kartu tani Pak Jokowi, sepertinya rakyat petani perlu memahami, dan secara etis sebaiknya jangan kampanyekan dengan janji akan memberi bantuan Rp 10 juta perpetani.

”Ini namanya jebakan permainan kata kata saja agar kelihatan waah, tapi sebenarnya tidak ada isinya,”kata Muniran.

”Kelak bila misalnya terpilih akan dengan mudah mengatakan kepada petani…:kan bukan uang yang saya janjikan, tapi kartu!.”

”Dengan kepemilikan luas lahan yang rata rata 0, 2 hektare, percayalah para petani juga tidak sampai terima subsidi 10 juta,”Demikian tanya Muniran mencari pencerahan.(*).Redaktur Senior di Bojonegoro.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *