Presiden Berwenang Tidak Sahkan RUU Pertanahan

JakartaDetakpos-Guru besar Hukum Agraria, Universitas Pandjajaran, Bandung, Prof Ida Nurlinda menyatakan, Presiden Joko Widodo berwenang untuk tidak mensahkan RUU Pertanahan yang kini menjadi polemik dan banyak dikritisi sejumlahl kalangan, karena melihat dampak dan potensi konflik yang dapat timbul manakala RUU disahkan

“Apalagi RUU Pertanahan ini kan inisiatif DPR, bukan pemerintah,” ujar Prof Ida Nurlinda, menjawab pertanyaan wartawan, Selasa (20/8) menanggapi maraknya permintaan agar RUU ini tidak disahkan pada periode DPR saat ini dan lebih baik membahas ulang di DPR periode mendatang.

Mengenai potensi konflik yang bakal muncul, Prof Ida Nurlinda menjelaskan, konflik sangat berpotensi timbul, baik konflik antarkementerian yakni KKP, Kehutanan, Pertanian, ESDM, Kemendagri, Kemendesa dan sebagainya.

“Konflik di masyarakat juga sangat mungkin terjadi mengingat pengaturan hak-hak atas tanah normanya berkonflik. Padahal amanat dari Tap MPR IX tahun 2001, arah kebijakan Pembaruan Agraria salah satunya adalah penyelesaian konflik,” papar Ida Nurlinda.

Prof Ida menjelaskan, soal tanah jelas diamanatkan kepada negara untuk mengaturnya demi terwujudnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Hal ini jelas tercantum dalam konstitusi (Pasal 33 ayat 3 UUD 1945), sehingga pemerintah perlu berhati-hati betul menterjemahkannya ke dalam RUU Pertanahan.

Menurut Prof Ida, solusi terbaik melihat posisi RUU Pertanahan ini adalah mengkaji kembali isu-isu permasalahan dalam RUU tersebut dengan melibatkan seluruh kementerian yang kewenangannya terkait substansi RUU tersebut.

“Juga dengan stakeholders lainnya, karena masalah pertanahan bukan hanya masalah untuk pembangunan saja, tapi menyangkut hajat hidup org banyak, orang kecil. Hal ini harus menjadi perhatian baik DPR maupun pemerintah,” kata Prof Ida.

Jangan DPR Saat ini

Ida Nurlinda menegaskan lagi dirinya tidak setuju RUU Pertanahan disahkan dalam periode DPR saat ini mengingat bahaya yang akan muncul. Diungkapkan, semua hal yang menjadi point krusial dari RUU Pertanahan pada hakekatnya bersumber dari dasar filosofis RUU Pertanahan ini yang berbeda dengan UU Pokok Agraria (UUPA).

RUU Pertanahan jika dicermati secara keseluruhan tidak berpihak pada rakyat. Lebih berpihak pada penguasaha dengan dalih kepentingan umum. Misalnya dalam pengaturan bank tanah. Hal ini jelas bertentangan dengan filosofi UU PA yang sangat populis, sangat berpihak pada rakyat. Ketidak sinkronan inilah menjadi titik yang paling krusial dari RUU Pertanahan. “Padahal, bagi rakyat Indonesia tanah merupakan sumber kehidupannya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupannya,”tutup Prof Ida.

Sebelumnya kalangan DPR seperti anggota Panja RUU Pertanahan dari Fraksi Golkar Firman Subagyo dan juga anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra, Darori Wonodiro yang membidangi antar alain masalah Perttanian dan Kehutanan, juga menyatakan menolak RUU Pertanahan dipaksakan untuk disahkanmengingat potensi konflik dna kerugian negara yang besar, juga mempengaruhi investasi yang sesungguhnya ingin dipacu Presiden Jokowi.(d/2).

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *