Jakarta–Detakpos-Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H. Laoly bersama Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, kemarin dipanggil oleh Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta.
Presiden memberikan draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya diberikan draf revisi Undang-Undang KPK untuk saya pelajari. Itu saja dulu,” kata Yasonna saat ditanya wartawan sekeluarnya dari Istana Negara.
Draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK itu sebelumnya telah disetujui sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) inisiatif DPR dalam Sidang Paripurna pada Kamis (5/9) pekan lalu.
Pemerintah, lanjut Yasonna, akan mempelajari draf revisi undang-undang tersebut.
Ia mengungkapkan, Presiden Joko Widodo mengarahkan agar draft revisi undang-undang tersebut dipelajari dengan hati-hati.
Beberapa poin penting dalam draf revisi UU KPK itu di antaranya adanya Dewan Pengawas KPK dan diperbolehkannya KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi apabila penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama satu tahun.
Sementara itu staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Herlambang P. Wiratraman berpendapat (KPK) tidak perlu Dewan Pengawas.
“Logika mengawasi tidak masuk akal, karena KPK itu watchdoginstitution (lembaga pengawas). Bila ada pemikir hukum yang bilang perlu pengawas, itu sama halnya dengan watchdog dijaga watchdog(pengawas dijaga pengawas),” kata Herlambang.
Aksi tutup logo KPK oleh pegawai KPK sebagai ekspresi kekecawaan atas revisi UU KPK, Minggu, 8 September 2019. (Dok. Humas KPK)
Bahkan menurut akademisi dan peneliti Hak Asasi Manusia (HAM) ini, usulan ada Badan Pengawas KPK tersebut tak sesuai dengan ketatanegaraan khususnya di Indonesia. “Ini perspektif neo-institutionalist yang tak ada dasar pijakan ketatanegaraannya,” ujar peraih Anugrah Konstitusi Muhammad Yamin 2018 ini.
Menyikapi draft revisi yang beberapa poinnya berpotensi melemahkan dan melumpuhkan kewenangan KPK dalam penyadapan, penindakan, dan penuntutan, para akademisi Unair menyatakan sikap. Mereka menolak pelemahan lembaga KPK oleh DPR melalui draft revisi UU tersebut.(d/2)
Sumber: Setkab