Presidential Threshold Jamin Kualitas Demokrasi

Jakarta – Detakpos- Pemerintah didukung sejumlah partai politik melalui fraksi-fraksi di DPR, berpandangan bahwa Presidential Threshold (Pres-T) diperlukan dalam proses pemilihan capres- cawapres.

 

Menurut pemikiran Mendagri Tjahjo Kumolo, di lamannya, kemarin, setidaknya Pres-T menjadi proses awal partai politik dalam mengusung capres- cawapres.

 

Sebagaimana aspirasi masyarakat, partai pengusung presiden perlu dukungan riil dan obyektif. Melalui tahapan pemilihan umum legislatif dapat dilihat berapa prosen partai politik mendapatkan aspirasi, apresiasi atau dukungan rakyat  yang mempunyai hak pilih lewat pemilu yang demokratis.

 

Setiap warga negara berhak berserikat berkelompok membentuk sebuah partai politik. Tapi proses legitimasinya melalui pemilu dan bagaimana hasilnya diatur UU.

 

Kalau ada orang ingin jadi Presiden terus membuat partai politik dan maju capres sesuai dengan aturan: jika nol persen misalnya, bagaimana komitmen meningkatkan kualitas demokrasi dalam Pemilihan Presiden?

 

“Pemilihan presiden yang merupakan rejim partai politik menjadi tidak menunjukkan bobot kualitasnya,” papar Tjahjo di lamanya. Bobot kualitas seorang capres didukung oleh satu partai atau beberapa partai politik diukur dari dukungan riil sebuah partai politik lewat Pemilu legislatif. Demikian intinya.

 

Karena itulah pemerintah tetap menggunakan sistem Pres-T sebagaimana 5 tahun lalu yaitu pola 20/25. Pemerintah memahami berbagai argumentasi fraksi-fraksi melalui panja dan pansus DPR. Karena apa pun, itu adalah aspirasi masyarakat dan aspirasi partai politik.

 

Komitmen Pemerintah dan Pansus DPR prinsipnya sama : bahwa aspirasi elemen-elemen masyarakat dan aspirasi partai politik menjadi bagian dari penyerapan untuk memperkuat materi revisi UU Pemilu.

 

Pemerintah dan DPR intinya hendak membangun sistem pemerintahan Presidensiil yang lebih kuat, konstitusional, konsisten, demokratis, transparan.

 

“Kalau setiap partai politik yang sudah teruji dapat dukungan poilitik oleh masyarakat dalam pemilu, dan Parpol baru yang ikut pemilu dapat mengusung capresnya, berapa banyak capres yang muncul.

 

Capres – cawapres harus selektif. Semakin banyak capres adalah bagus, tapi ada ukurannya yaitu dukungan riil /prosentasi dukungan rakyat melalui hasil pemilu legeslatif hasilnya.

 

“Kalau tidak bisa didukung satu partai, kan harusnya bisa beberapa partai mendukung capres- cawapres dengan berkoalisi sesuai ketentuan yang dilindungi UU,” katanya.

 

Seorang capres yang berkualitas prinsipnya harus didukung masyarakat pemilih melalui partai politik hasil pemilu legislatif, tidak semata didukung partai dan mempunyai materi berlimpah semata.

 

Tapi adalah dukungan riil partai politik yangg sudah teruji dipilih masyarakat pemilih secara demokratis,” ungka Tjahjo Kumolo.(d2/detakpos)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *