Sikapi Beda Pilihan di Pilkada sebagai Rahmat

Analisis Berita:

Oleh AAdib Hambali (*)

GELARAN Pilkada Jatim telah usai. Dalam kontestasi tentu ada yang terpilih dan tidak pilih, bukan kalah atau menang. Karena semuanya adalah pilihan warga yang memegang hak suara.

Untuk sementara pasangan Khofifah-Emil Dardak memperoleh suara lebih banyak berdasarkan hitung cepat oleh sejumlah lembaga survei. Pasangan Gus Ipul-Puti di bawah perolehan pasangan nomor 1 di Pilgub Jatim.

Adalah ulama kharismatik dan pengasuh Pesantren Walisongo Situbondo, KHR M. Kholil As’ad, pun segera menyampaikan seruan terkait Pilkada Jatim yang telah berlangsung 27 Juni lalu.

Ra Kholil, sapaan akrabnya, mengatakan, apa pun hasil dalam Pilkada Jatim adalah sesuatu ketentuan yang mutlak berada di dalam genggaman Allah SWT.“Kita wajib bersyukur karena niat yang melandasi dukungan kita kepada Gus Ipul adalah semata-mata ikut dan setia kepada para ulama. Dan kesetiaan untuk terus bersama-sama para ulama adalah anugerah yang sangat besar. Ini yang mesti kita syukuri,” ujar Ra Kholil.

“Kita terus-menerus tetap berdoa kepada Allah supaya kita senantiasa mengikuti, menyertai, dan tidak pernah lepas/berpisah dengan para ulama di dunia hingga ke akhirat,” imbuh Ra Kholil dalam rilis pers.

Pernyataan yang arif ini perlu disambut dengan sikap samikna wa athokna untuk mendinginkan suasana selama masa kanpanye yang melibatkan sejumlah kiai sepuh di Jatim, baik yang mendukung Khofifah-Emil maupun Gus Ipul-Puti.

Apalagi selama masa kampanye sejumlah ulama dan kiai, habaib sebanyak 400 orang mengeluarkan fatwa politik yang menimbulkan reaksi yang tidak kalah panasnya.

Fatwa fardhu ain (wajib bagi setiap umat Islam) untuk memilih Calon Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang diterbitkan oleh para pendukung Khofifah mendapat respons negatif.

Apalagi, dalam fatwa itu disebutkan bahwa orang yang tidak memilih Khofifah-Emil Elestianto berarti mengkhianati Allah SWT dan Rasulullah.Seperti ramai diberitakan dan diperbincangkan di media sosial, fatwa fardhu ain pilih Khofifah-Emil dihasilkan dalam pertemuan di Ponpes Amanatul Ummah, Mojokerto, yang diasuh KH Asep Saifuddin Chalim, 3 Juni lalu, yang melahirkan surat fatwa bernomor 1/SF-FA/6/2018.Khofifah Indar Parawansa hadir dalam pertemuan itu.

Munculnya fatwa itu sendiri terpantik oleh sikap sejumlah elite NU di Jatim yang dinilai tidak selaras dalam menjaga garis organisasi khittah NU 26. Dengan menggunakan organisasi NU, elite memberikan dukungan, bahkan kiai kubu Khofifah menuding mereka menggunakan standart ganda sehingga NU secara organisasi tidak netral.

Saling adu fatwa bahkan menghujat tidak terelakkan.Khittah NU 26 seakan akan nyaris terkoyak oleh kepentingan politik praktis di Pilkada serentak 27 Juni 2018, sehingga saling hujat antar kiai pun tak terelakkan.

Meski agak terlambat karena narasi narasi kebencian sudah merebak nyaring terdengar di mana mana, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj perlu menyampaikan pesan moral.

Di antaranya ditegaskan, NU merupakan organsiasi sosial keagamaan yang berpegang teguh pada Khittah-1926, yakni tidak berpolitik praktis karena bukan organisasi politik.

Politik bagi NU adalah politik moral demi kebaikan masyarakat, bangsa, negara dan kemanusiaan. Sehingga, dalam pemilu atau pilkada, NU secara organisasi tidak dapat mendukung calon tertentu,”tegas Kiai Said, (Detakpos Senin, 25/6).

Nahdlatul Ulama mempercayakan pelaksanaan pilkada kepada penyelenggara (KPU, Bawaslu dan DKPP) agar dapat melaksanakan pilkada dengan profesional, mandiri,  netral dan dapat melayani seluruh kepentingan sebaik-baiknya, baik kepada masyarakat pemilih maupun kepada semua calon tanpa terkecuali.Kepada pada calon kepala daerah dan wakilnya perlu dapat bersaing secara sehat, jujur, fair, taat hukum, mengedepankan akhlakul karimah, dan menerima hasil pilkada secara bertanggung jawab.

Kepada pihak-pihak yang pada akhirnya memiliki ketidakpuasan atas berbagai sebab dalam pelaksanaan pilkada ini agar menyerahkan kepada mekanisme hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Nahdlatul Ulama mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk sama-sama menjaga ketertiban, ketenangan dan keamanan bersama, baik sebelum, saat dan sesudah pelaksanaan pilkada.

Dalam konteks ini, PBNU mengimbau untuk memandang perbedaan sebagai rahmat. Perbedaan pilihan calon kepala daerah tidak boleh menjadi alasan untuk perpecahan, apalagi saling menghasut, mengintimidasi dan memprovokasi dengan alasan apa pun. Semua pihak harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.

Meski agak terlambat karena narasi kebencian sudah merebak, dan Kiai Said sendiri ikut mendampingi Gus Ipul-Puti di acara Haul Bung Karno di Blitar, imbauan itu sangat berarti untuk meredam suhu politik warga Nahdliyyin yang menanas. Jangan sampai sikap sikap berlebihan sejumlah ulama di kedua kubu malah semakin membingungkan umatnya.


Redatur Senior di Bojobegoro.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *