Jakarta–Detakpos-Berdasarkan pokok-pokok pikiran dan penilaian atas Naskah Akademik, rumusan draft RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan catatan Rapat Badan Legislasi DPR RI Dalam Pengambilan Keputusan atas Penyusunan RUU HIP tanggal 22 April 2020, serta dengan mencermati dinamika yang terjadi dalam masyarakat, PBNU menyampaikan sikap dan pandangan yang dibacakan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di kantor PBNU, Selasa (16/6).
Menurut Kiai Said, Pancasila sebagai kesepakatan final tidak membutuhkan penafsiran lebih luas atau lebih sempit dari penjabaran yang sudah ada.
RUU HIP dinilai dapat menguak kembali konflik ideologi yang bisa mengarah kepada krisis politik.
“Anyaman kebangsaan yang diengan susah payah dirajut oleh founding fathers bisa terkoyak kembali dengan rumusan-rumusan pasal RUU HIP yang polemis,”ujar Kiai Said.
PBNU, lanjutnya, menilai tidak ada urgensi dan kebutuhan sama sekali untuk memperluas tafsir Pancasila dalam undang-undang khusus.
Dikatakan, Pancasila sebagai Philosophische Grondslag dan Staatsfundamentalnorm merupakan pedoman yang mendasari platform pembangunan nasional.
Jika dirasakan ada masalah mendasar terkait pembangunan nasional di bidang demokrasi politik Pancasila, maka jalan keluarnya adalah reformasi paket undang-undang bidang politik (legislative review).
Begitu pula jika ada masalah terkait dengan haluan pembangunan ekonomi nasional yang dirasakan menyimpang dari jiwa demokrasi ekonomi Pancasila, maka yang perlu dipersiapkan adalah RUU Sistem Perekonomian Nasional sebagai undang-undang payung (umbrella act) yang secara jelas dimandatkan oleh Pasal 33 ayat (5) UUD 1945.
Di tengah situasi bangsa yang sedang menghadapi krisis kesehatan dan keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19, menurut dia, Indonesia tidak perlu menambah beban sosial dengan memercikkan riak-riak politik yang dapat menimbulkan krisis politik, memecah belah keutuhan bangsa, dan mengoyak persatuan nasional.
“Sebaiknya proses legislasi RUU HIP dihentikan dan seluruh komponen bangsa memusatkan energinya untuk keluar dari pandemi dan berjuang memulihkan perekonomian nasional,”kata kiai Said.
Setelah mencermati dengan seksama Naskah Akademik dan draft RUU HIP, PBNU menyampaikan penilaian Pasal 3 ayat (2), Pasal 6, dan Pasal 7 bertentangan dengan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan.
Juga Pasal 13, 14, 15, 16, dan 17 mempersempit ruang tafsir yang menjurus pada mono-tafsir Pancasila.
Pasal 22 dan turunannya tidak relevan diatur di dalam RUU HIP. Pasal 23 dapat menimbulkan benturan norma agama dan negara. Pasal 34, 35, 37, 38, 41, dan 43 merupakan bentuk tafsir ekspansif Pancasila yang tidak perlu. Pasal 48 ayat (6) dan Pasal 49 dapat menimbulkan konflik kepentingan.(d/2).
Editor: A Adib