Syarat 30%, Kubu Bamsoet Tuding Airlangga Mendadak “Amnesia”

JakartaDetakpos-Pernyataan Airlangga Hartarto di beberapa media yang mensyaratkan dukungan 30% secara administrasi untuk menjadi syarat sah sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar, dalam bentuk Surat dukungan dari DPD Partai Golkar Provinsi, Kabupaten dan Kota, yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris mendapat reaksi keras kubu Caketum Bambang Soesatyo (Bamsoet).

Jubir kubu Bamsoet Sirajuddin Abdul Wahab menuikai itu merupakan pernyataan yang kurang teliti dan ahistoris.

“Mungkin saja Airlangga membaca Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar, dalam kondisi ngantuk berat, sehingga menafsirkan Pasal dalam konstitusi Partai Golkar secara serampangan,”tuturnya di Jakarta, Jumat (29/11).

Sirajuddin Abdul Wahab
menuding ada kemungkinan Airlangga mendadak “amnesia”, pada saat dirinya maju menjadi calon Ketua Umum Partai Golkar pada Munaslub di Bali tahun 2016, bahwa syarat 30% dukungan dalam bentuk pemilihan/pemungutan (voting), bukan dalam bentuk dukungan surat administrasi.

Pada saat tahapan pemilihan/pemungutan suara dalam Munaslub Partai Golkar 2016, dikatakan,  Airlangga Hartarto sebagai Calon Ketua Umum hanya mendapatkan suara pemilih 14 suara saja. Dari 8 orang calon Ketua Umum Partai Golkar, Ade Komaruddin (173 suara), Airlangga Hartarto (14 suara), Aziz Syamsuddin (48 suara), Indra Bambang Utoyo (1 suara), Mahyudin (2 suara), Setya Novanto (277) Syahrul Yasin Limpo (27 suara), Prio Budi Santoso (1 suara), ternyata hanya ada 2 (dua) orang calon Katua Umum yang memenuhi dukungan suara pemilihan (voting) 30 persen suara, yaitu Setya Novanto dan Ade Komaruddin, yang lolos mengikuti tahapan pemilihan selanjutnya.

Namun Ade Komaruddin menyatakan mundur dalam proses tahapan pemilihan lanjutan, sehinga Setya Novanto ditetapkan menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar 2014-2019, melanjutkan periodesasi Ketua Umum Aburizal Bakrie.

“Airlangga jangan menafsirkan Pasal 12 dan Pasal 50 Anggaran Rumah Tangga, sesuai dengan selera sendiri,”tuturnya.

Berkaitan dengan Pasal 12 ART yang berbunyi ‘didukung oleh 30% pemegang hak suara’, tidak bisa ditafsirkan bahwa setiap calon Ketua Umum Partai Golkar, dinyatakan sah sebagai calon Ketua Umum apabila mendapatkan 30% surat dukungan (administrasi).

“Itu tafsir yang sesat dan keliru, tidak sesuai dengan penerapan dalam Munas-Munas sebelumnya,”jelas dia.

Kalau membaca dengan teliti, mm enurut dia, arti kata di dalam Pasal 12 ‘pemegang hak suara’ di belakang kata 30% itu terkorelasi dengan Pasal 50 ayat 1, bahwa ‘pemilihan dilaksanakan secara langsung oleh peserta musyawarah’, sehingga kata ‘peserta musyawarah’, merupakan pengejawantahan dari kata ‘pemegang hak suara’, sebagaimana tertuang dalam Pasal 49 ART yang mengatur tentang ‘Hak Bicara dan Hak Suara’, sehingga Pasal 12, Pasal 49, Pasal 50 ART merupakan satu kesatuan dari proses syarat dan tahapan pemilihan Calon Katua Umum Partai Golkar.

“Airlangga jangan merusak tatanan yang sudah berjalan dengan baik dan demokratis dalam Partai Golkar, demi mempertahankan hasrat kekuasaan semata, segala aturan main ditabrak dan dilanggar,”tegasnya.

“Jangan sampai sejarah kelam perpecahan dalam tubuh Partai Golkar digali kembali oleh Airlangga sendiri,”lanjut dia.

Dia berharap pada Munas Partai Golkar, yang akan digelar pada tanggal 3-6 Desember 2019 di Hotel Ritz Carlton Kuningan Jakarta Selatan, bisa berjalan dengan terbuka, demokratis dan berkeadilan, sehingga tidak lagi melahirkan perpecahan.(d/2).

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *