Tommy dan Geliat Politik Trah Pak Harto

Analisis: Oleh H A Adib Hambali(*).

PIYE Lee, enak Jamanku to?”

Slogan satir berisi sindiran itu memperoleh simpati masyarakat, dan semakin nyaring terdengar dari sebagian masyarakat yang tidak puas kondisi di era reformasi.

Terbukti, survei Indo Barometer pimpinan Muhammad Qodari membuktikan sosok Soeharto masih dicintai banyak orang. Survei yang dilakukan beberapa waktu lalu, Soeharto selalu teratas sebagai presiden yang disukai.(SM/13/3/2018).

Sejak 10 tahun lalu, Pak Harto konsisten di nomor satu. Jadi sebetulnya  yang masih mencintai Soeharto itu masih banyak. Survei menyatakan Soeharto presiden terbaik.

Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun mengamini hal itu. Sejauh ini ada hampir 30 persen pemilih yang merasakan baiknya kondisi ekonomi di era Soeharto.

Membangkitkan memori pemilih usia menengah sampai tua tentang masa emas ekonomi Orba bisa menjadi model komunikasi untuk menarik pemilih dalam kategori tersebut.

Dalam sepekan terakhir dua putra-putri Pak Harto ”naik panggung”. Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto menjadi Ketua Umum Partai Berkarya. Partai baru ini lolos verifikasi dan berhak mengikuti Pemilu 2019.

Sementara Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) oleh Partai Golkar akan diplot sebagai Wakil Ketua MPR RI. Memiliki kendaraan politik, cukup dana untuk menggerakkan mesin politik dan juga memiliki jaringan yang relatif kuat, maka kemungkinan kemunculan trah Soeharto di kancah perpolitikan Indonesia cukup besar.

Potensi itu cukup besar.Partai Berkarya bisa saja menggunakan slogan-slogan khas Orde Baru. Slogan yang sifatnya kekinian tapi esensinya memperoleh simpati masyarakat.Sasarannya adalah masyarakat Indonesia yang tak puas dengan kinerja pemerintahan di era reformasi ini.

Apalagi mereka yang tidak puas dengan kondisi perekonomian saat ini.Tapi rasanya terlalu dini mengontraskan kemunculan ini dengan faham orde baru.Kemunculan kembali Tommy Soeharto di panggung politik dengan Partai Berkarya, menunjukkan bahwa anak-anak Soeharto berusaha melanjutkan kiprah ayahnya.

Sebagai putraputri presiden ke-2 RI, mereka tentu ingin menjaga dan melestarikan nama besar ayahnya. Lebih dari itu, dengan memanfaatkan keterbukaan demokrasi, mereka mencoba mengadu peruntungan politik dengan kekayaan sumber daya yang mereka dimiliki.

Tentu ini menjadi taruhan bagi si bungsu Tommy. Karena sejak Soeharto lengser pada 1998, belum ada satu pun putraputrinya yang boleh dibilang sukses dalam percaturan politik. Upaya Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut mendirikan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) tidak berhasil melambungkan namanya.

PKPB hanya menjadi partai gurem, meski didukung banyak eks menteri Soeharto. Pencalonan Tutut dalam kontestasi Pilpres 2004 pun gagal. Kini dia tidak lagi terdengar di panggung politik.Setelah kakak pertama surut, si bungsu Tommy terus berusaha mengibarkan panji-panji Cendana. Dia mencalonkan diri sebagai ketua umum Golkar pada Munaslub Riau 2009.

Alih-alih untuk mengangkat dan membersihkan dirinya karena telah menjadi kandidat ketua umum GolkarTommy seperti terlecut dengan kembali mendirikan partai baru, Partai Berkarya.

Partai ini merupakan gabungan Partai Nasional Republik dan Beringin Berkarya yang pernah dibentuknya. Partai Berkarya lolos ke Pemilu 2019. Tommy menjadi taruhan terakhir trah Pak Harto.

Dibanding trah Soekarno, saat ini keluarga Cendana memang kalah karisma. Sama seperti selama 30 tahun saat Pak Harto memimpin, keluarga Bung Karno harus berjuang keras memulihkan nama besar Bung Karno.

Tapi, sejatinya, politik adalah persepsi. Saat ini persepsi publik pada keluarga Cendana tampaknya masih didera trauma sisi negatif  pemerintahan Soeharto. Trah Soekarno pun berhasil bangkit setelah berjuang melawan hegemoni kekuasaan Soeharto. Suatu saat bisa jadi trauma itu hilang dan ganti trah Soeharto ambil peranan.

Siklus ini sering menjadi motivasi para dinasti politik.”PR” Tommy cukup berat. Tantangan yang harus dilewati keluarga Cendana untuk bangkit. Mengembalikan era keemasan ekonomi Pak Harto menjadi salah satu alternatif efektif mendulang massa dan suara.(*)

*Penulis: Redaktur senior dan pemerhati politik di Bojonegoro.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *