BNPB Bangun Peringatan Longsor di 24 Lokasi

Jakarta – Detakpos – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melanjutkan kerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk membangun sistem peringatan dini longsor atau gerakan tanah,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam release yang diterima detakpos, Minggu (18/6).

Sesuai data, penerapan sistem peringatan dini longsor ada di 24 lokasi di 15 provinsi bertujuan untuk menurunkan indeks risiko bencana Indonesia.

“Fokus lokasi penerapan 24 sistem peringatan dini gerakan tanah pada 2017 berada di 4 daerah perbatasan atau terluar, 4 daerah tertinggal dan 16 daerah pariwisata yang tersebar di seluruh Indonesia,” kata Direktur Kesiapsiagaan BNPB Medi Herlianto pada acara penandatangan kerjasama BNPB dan UGM, Kamis (15/6/2017).

Berikut ini provinsi dan lokasi pembangunan sistem peringantan dini longsor, Papua (Nabire), Maluku Utara (Ternate, Pulau Morotai), NTB (Bima), NTT (Alor, Belu, Ngada), Gorontalo (Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo), Sulawesi Barat (Bantaeng), Sulawesi Utara (Bitung, Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Selatan), Kalimantan Utara (Nunukan), Kalimantan Barat (Sintang), Kalimantan Timur (Samarinda), Bali (Badung), Jawa Timur (Malang), Jawa Tengah (Kendal, Wonosobo), Banten (Cilengon), Sumatera Barat (Solok Selatan), dan Bengkulu (Rejang Lebong).

Keempat daerah yang dikategorikan pada daerah tertinggal yaitu Kabupaten Nabire, Pulau Morotai, Belu, dan Solok Selatang, sedangkan pada kategori daerah perbatasan mencakup Kabupaten Alor, Kota Bitung, Kabupaten Nunukan dan Sintang. Sisanya merupakan daerah dengan kategori daerah pariwisata.

Medi mengatakan bahwa BNPB berharap agar upaya ini diikuti oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan dalam rangka pengurangan risiko bencana (PRB).

Ia menambahkan bahwa dalam konteks PRB pada potensi bahaya longsor, relokasi warga yang tinggal di daerah rawan merupakan salah satu upaya penanganan.

Ia juga mengatakan  upaya tersebut sangat sulit dilakukan karena resistensi dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya dari warga, serta anggaran yang terbatas.

Kesiapsiagaan melalui penerapan sistem peringatan dini merupakan upaya yang penting sebagai langkah PRB yang efektif pada kondisi ini.

Latar belakang ini mendorong BNPB memfokuskan 24 lokasi rawan bahaya gerakan tanah pada 2017 yang diwujudkan dalam penandatanganan kerjasama penerapan sistem peringatan dini.

Pelaksana tugas Dekan Fakultas Teknik UGM Muhammad Waziz Wildan menyampaikan terima kasih atas dukungan dan kepercayaan BNPB terhadap penggunaan produk-produk riset antar dispilin di bidang bencana yang dibangun Fakultas Teknik UGM.

“Diharapkan inovasi teknologi di bidang kebencanaan terus dikembangkan dan dapat diaplikasikan di dalam dan luar negeri. UGM berencana akan membangun teaching industry yang mengintegrasikan inovasi teknologi hingga manufaktur,” tambah Wildan.

Data BNPB sepanjang 2016 menunjukkan bahwa bencana gerakan tanah atau longsor merupakan salah satu dari 3 bencana besar yang terjadi di Indonesia, setelah banjir dan angin puting beliung.

Bencana longsor merupakan bencana yang paling mematikan dengan jumlah korban jiwa yang ditimbulkan. Sekitar 40 juta warga terpapar potensi bahaya longsor dengan kategori sedang hingga tinggi sehingga perlu prioritas penanganan pengurangan risiko bencana.

“Kebutuhan pembangunan sistem ini sangat besar, total kebutuhan untuk lokasi-lokasi ancaman gerakan tanah sekitar 1.000 lebih. Ini perhitungan pada 2015. Mungkin saat ini bertambah seiring meningkatnya kerentanan lahan,” kata Medi.

Sepanjang tahun 2008-2016, BNPB bekerja sama dengna UGM dalam penerapan sistem peringatan dini bencana gerakan tanah di 50 daerah rawan longsor di 25 provinsi di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *