Sambut Era New Normal dengan Strategi Baru

JakartaDetakpos-Selamat tinggal era lockdown (PSBB). Selamat datang era new normal. Seperti umumnya banyak negara di dunia, secara bertahap Indonesia bekerja kembali ke luar rumah dengan memenuhi protokol kesehatan.

Namun New Normal juga membutuhkan New Strategi agar kita tidak mendatangkan pandemik gelombang kedua di satu sisi. Di sisi lainnya, kita mensimulasi kegairahan kembali di ruang publik untuk menumbuhkan ekonomi.

Demikian salah satu kesimpulan riset LSI Denny JA. Riset dilakukan dengan analisa data sekunder. Tiga sumber data yang digunakan: Data Gugus Tugas, Data Worldometer, dan data WHO.

Ada alasan mengapa era lockdown (PSBB) harus berakhir dan memasuki era new normal.L Iidik

LSIDenny JA merumuskan enam strategi atau pedoman baru Indonesia di era new normal.

Strategi Pertama, tingkat pembatasan sosial diturunkan ke level RT/RW atau skala yang lebih kecil. Masuk ke era new normal, pembatasan sosial tetap diberlakukan jika masih ada potensi penyebaran virus, skalanya diperkecil.

Tidak lagi dalam skala luas, level kota/kabupaten atau provinsi, namun pembatasan diberlakukan di level RT/RW, desa atau cluster tertentu saja. Wilayah atau zona yang tidak terpapar virus (zona hijau) dapat kembali beraktivitas namun tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Strategi Kedua, area atau cluster bisa buka tutup sesuai perkembangan kasus. Pembatasan sosial berskala kecil di level RT/RW, desa atau cluster (sekolah, pabrik, dll) dapat dibuka jika kasus di wilayahnya telah menurun (terkontrol). Namun area itu bisa segera ditutup kembali jika ada kasus baru atau peningkatan kasus.

Area itu bisa dibuka lagi jika kasusnya mulai terkontrol kembali. Dengan skala yang kecil, secara teknis pemerintah daerah dapat dengan mudah menutup dan membuka kembali wilayah tersebut.

Namun kebijakan ini tentunya harus ditopang dengan kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan test virus (testing), dan kemampuan untuk melakukan pelacakan terhadap penyebaran virus (contact tracing), agar memudahkan dalam membuat mapping wilayah.

Strategi Ketiga, keterlibatan aktif pemimpin masyarakat. Semua pemimpin masyarakat di berbagai sektor harus terlibat aktif mengedukasi, menerapkan dan mengawal penerapan protokol kesehatan di lingkungan mereka masing-masing.

Para ulama/pedeta di tempat ibadah, pengusaha di mal, restoran, pabrik, kepala sekolah atau rektor di lembaga pendidikan dan lainnya, semuanya bahu-membahu menjamin bahwa protokol kesehatan diterapkan dengan baik.

Strategi keempat, mereka yang rentan lebih dilindungi. Data dari Gugus Tugas Nasional Covid-19 menunjukan bahwa di atas 80% mereka yang meninggal karena covid-19 berada pada usia 45 tahun ke atas. Data dari sumber yang sama juga menunjukan bahwa ada 5 (lima) penyakit penyerta yang berkontribusi terhadap angka kematian penderita covid-19.

Kelima penyakit tersebut adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan penyakit paru kronis. Artinya dari data-data tersebut, mereka yang berusia diatas 45 tahun dan/atau memiliki kelima penyakit penyerta di atas harus lebih dilindungi.

Salah satunya di berbagai sektor usaha, tempat kerja maupun di rumah, mereka yang di atas 45 tahun dan membawa lima penyakit penyerta, dibolehkan untuk bekerja dari rumah (WFH), dan datang ke kantor sesekali saja, hingga vaksin ditemukan.

Strategi kelima, memperkuat imunitas. Para ahli menjelaskan salah upaya menahan lajunya penyebaran virus corona dengan memperkuat imunitas tubuh. Dengan imun tubuh yang kuat, dampak virus bisa diminimalkan.

Cara meningkatkan imun tubuh tentunya dengan makan bergizi, mengkonsumsi suplemen tubuh, vitamin (terutama vitamin C dan D), istrahat cukup dan olahraga teratur. Selama vaksin belum ditemukan, meningkatkan imunitas adalah adalah salah satu strategi penting.

Strategi Keenam, memperkuat fasilitas kesehatan dan peralatan medis di daerah. Dengan dibuka kembali aktifitas warga dan aktifitas ekonomi, secara bersamaan pemerintah pusat dan daerah harus terus memperkuat fasilitas kesehatan dan peralatan medis.(d/2).

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *