Oleh: A Adib Hambali (*)
SEJAK awal Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1/2017 tentang Perangkat Desa terjadi kontroversi. Masyarakat pun mengajukan permohonan uji materi perda tersebut.
Adalah Mustakim, warga Kedungrejo dan Santoso, warga Desa Sumberejo sebagai Kepala Desa di Kecamatan Malo yang mengajukan uji materi ke MA.
Pasal 6 ayat (1) huruf (i) dan Pasal 7 ayat (1) dan (2) dinilai bertentangan dengan UU No 6 Tahun 2014, Pasal 18, dan 50 ayat 2, kedua dengan Peraturan Pemerintah No 43 2014 Pasal 66.
Juga menyalahi tiga Permendagri Nomor 83 tahun 2015 Tentang Pengangkatan Pemberhentian Perangkat Desa, yang telah diubah dengan Permendagri no.67 tahun 2017 Pasal 4 ayat(1) huruf a dan b.
Dengan demikian keberadaan Tim Kabupaten dalam pengisian perangkat desa tidak ada dalam Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
MA pun mengabulkan permohonan uji materiil Perda Nomor 1 Tahun 2017. Keputusan tersebut berdasarkan sidang majelis hakim MA pada 17 Mei 2018.
Amar putusan ” bahwa Perda Perangkat Desa Pasal 6 ayat 1 huruf ( i), dan Pasal 7 ayat 1 dan 2 bertentengan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Yaitu Pasal 18 dan 50 UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kemudian Pasal 66 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan UU nomor 6 2014 tentang Desa.
Pascaputusan MA ini muncul polemik karena ada perintah hakim untuk memberitahukan bahwa Perda itu bertentangan dengan UU, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum. Bagaimana mungkin Perda yang tidak memiliki kekuatan hukum itu dijadikan dasar hukum, jangan digunakan. Itu logika hukum.
Pemkab Bojonegoro, mengklaim keputusan MA tidak mempengaruhi pengisian perangkat desa yang dilakukan pada 2017.
Masih berpijak dari Perda yang dianulir MA, kini Tim Pemkab menyarankan agar Kepala Desa (Kades) Glagahwangi, Kecamatan Sugihwaras, membatalkan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 14 tahun 2018, dan mencabut pengangkatan perangkat desa yang sudah dilantik.
Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah telah mendesposisikan surat rekomendasi dari Komisi A DPRD, agar segera ditindak lanjuti dengan tegas.
Hasil rapat akan merekomendasikan dua hal kepada Bupati: pertama agar Desa Glagahwangi mencabut Perdes tentang pembentukan dusun Pandean sebagai pemekaran wilayah baru. Sebab tidak sesuai dengan mekanisme yang harus dilakukan.
Rekomendasi kedua agar kades membatalkan pelantikan perangkat desa yang telah dilaksanakan.
Pasalnya, sejak awal pelaksanaan telah melanggar Perda tentang Pengisian Perangkat Desa.
Yang menjadi pertanyaan, kenapa sama sama melanggar peraturan yang lebih tinggi, Pemda meminta kades membatalkan dan mencabut pengangkatan perangkat yang sudah dilantik.
Jika perintah pencabutan SK pengangkatan perangkat Desa Glagahwangi karena melanggar Perda, bagaimana dengan hasil test perangkat desa serentak dan sebagian besar sudah dilantik yang mendasarkan Perda yang menurut putusan MA tidak mempunyai kekuatan hukum.
Jika seluruh perangkat hasil test serentak dianulir Pemkab, jelas bisa menimbulkan masalah. Begitu juga di Desa Glagahwangi. Ini perlu telaah bersama dengan langkah memperbaiki dulu Perda tentang Perangkat Desa yang dibatalkan MA, baru kemudian melakukan penertipan ke bawah.
Tanpa membenahi perda yang dibatalkan MA terlebih dulu, bisa muncul perlawanan dari kades karena pejabat atasan juga menabrak aturan lebih tinggi. (*)
Penulis: Redaktur senior Detakpos