Kenaikai Cukai Hasil Tembakau Capai Rp 43,33 Triliun

JakartaDetakpos-Cukai Hasil Tembakau (CHT) adalah salah satu komponen penerimaan negara dengan tren yang selalu meningkat setiap tahunnya. Pada awal tahun 2020 (Januari – April), CHT dipantau tumbuh dengan kontribusi 75,1 persen dari total penerimaan kepabeanan dan cukai.

Sementara itu, Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan penerimaan cukai hasil tembakau mempunyai porsi terbesar dalam penerimaan cukai, yakni Rp 43,33 triliun atau tumbuh 26,05% per 30 April 2020.

Dalam sisi tenaga kerja, berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian pada tahun 2019, IHT menyerap tenaga kerja sebanyak 4,28 juta pekerja di industri manufaktur dan distribusinya. Tidak hanya itu, sektor tembakau juga menyerap sekitar 1,7 juta pekerja di perkebunan tembakau.

Jumlah ini menempatkan sektor tembakau menjadi sektor kelima terbesar di tanah air dalam hal penyerapan tenaga kerja.

Tingginya serapan tenaga kerja di industri ini disebabkan ragam kategori pabrikan yang ada di Indonesia mulai dari pabrikan kecil, menengah hingga besar.

Pabrikan besar biasanya menyerap tembakau kualitas tertinggi, serta menghasilkan produk dengan volume tertinggi di atas 3 miliar batang per-tahun untuk SKM dan SPM, serta di atas 2 miliar untuk SKT.

Sedangkan pabrikan menengah dan kecil, menyerap kualitas tembakau yang ada di bawahnya, serta menghasilkan volume produksi yang lebih kecil pula. Keberagaman pabrikan dan tingkatan inilah yang menghidupkan IHT di Indonesia selama berpuluh tahun menjadi industri yang strategis serta memberi kontribusi yang positif kepada negara.

Namun di balik itu, para pelaku Industri Hasil Tembakau di Indonesia hampir kehilangan kemampuan untuk tetap menjalankan usahanya.

Putra Perdana, Ketua
Penelitian dari Forum for Socio-Economic Studies (FOSES) menyoroti sepak terjang para pelaku IHT dalam upaya mempertahankan keberlanjutan usahanya di tengah kebijakan yang kian eksesif khususnya dalam hal cukai, dan salah satu dampaknya berimbas kepada tenaga kerja di industri padat karya ini.

FOSES menyoroti bahwa IHT menjadi industri yang mampu menyerap tenaga kerja perempuan dengan tingkat pendidikan dan skill yang relatif terbatas. Fokus penelitian dampak kenaikan CHT terhadap ketenagakerjaan dilakukan dari beberapa tinjauan dimensi, antara lain ekonomi, budaya, gender dan human capital.(d/6).

Editor: AAdib

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *