Jakarta–Detakpos-Pertarungan calon presiden (capres) pada 2019 diprediksi pengulangan Pilpres 2014. Hanya mempertemukan Joko Widodo dengan Prabowo Subiabto.
Direktur Eksekutive Indonesia Network Election Survey (INES)Widodo Edi Sektianto, Kamis (14/12), mengatakan, hasil survei ini melibatkan responden sebanyak 2.180 orang. Para responden pada penelitian ini tersebar secara proposional di 178 kabupaten/kota, 33 provinsi Margin of error ± 2,1% pada tingkat kepercayaan 95%.
Jika delapan nama disimulasi siapa yang akan dipilih jika pilpres digelar hari ini, secara spontan maka tingkat keterpilihan Joko Widodo di urutan kedua yaitu 29,6 % dari jawaban 2.180 responden yang memilih. Adapun Prabowo Subianto dipilih 43,2 % dan Gatot Nurmantyo 6,1 %, sedangkan Sri Mulyani 6,1% Puan Maharani 5,1 %.
Jika simulasi tiga nama diujikan dalam survei ini maka Prabowo Subianto akan dipilih oleh 52,2 % dan Joko Widodo 31,1 %, sedangkan Gatot Nurmantyo sebanyak 16,7 %.
Seperti diprediksi oleh banyak pihak, sosok Gatot Nurmantyo memiliki daya tarik sendiri. Bahkan beberapa partai, seperti Nasdem bersedia mengusung Gatot sebagai cawapres Jokowi pada pemilu 2019.
Elektabilitas Gatot yang tinggi tidak terlepas dari kinerjanya sebagai panglima TNI yang dianggap mampu menjembatani antara pemerintah dengan gerakan umat Islam yang saat ini sedang bangkit karena adanya momentum politik yang mempersatukannya.
Tokoh-tokoh lain tidak memiliki daya tarik yang tinggi bagi masyarakat sehingga mereka cenderung memposisikan diri hanya sebagai cawapres.
Dalan survei ini elektabilitas Partai Golkar terjun bebas akibat kasus Setya Novanto. Sementara ”reborn” Demokrat dianggap berhasil menampilkan wajah baru Agus H Yudhoyono (AHY) sebagai figur partai.
Melesatnya Gerinda kerena dianggap kadernya paling sedikit terlibat kasus korupsi, baik terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK maupun kasus korupsi lain.
Berbeda dengan PDIP dan Golkar yang sejumlah kadernya terkena OTT KPK. Ditambah turunnya daya beli masyarakat, responden yang mayoritas berbisnis merasakan pengurangan omset mereka.
Ancaman PHK buruh atau karyawan menghantui mereka karena ketidakpastian dunia usaha. Apalagi akan memasuki tahun politik yang panjang.
Ada korelasi kuat antara kinerja Joko Widodo dengan dampak perekonomian, khususnya keadaan keluarga masyarakat yang 68,3 persen keadaan ekonomi keluarga menurun, serta 71,7% responden menyatakan selama tiga tahun terakhir sulit mencari pekerjaan(d2)