Surabaya–Detakpos-Berbagai permasalahan seputar tembakau seperti kenaikan cukai rokok, tidak terserapnya tembakau hasil petani lokal sampai dengan impor tembakau menjadi persoalan serius yang dihadapi saat ini.
Sebagai upaya mencari solusi terkait berbagai permasalahan tersebut, pemerintah bersama dengan petani tembakau, asosiasi industri hasil tembakau sampai dengan akademisi duduk bersama dalam acara Rembug Nasional dengan tema “Membangun Kemandirian, Daya Saing dan Kelestarian Pertembakauan Berbasis Budaya Nasional” di Hotel Garden Palace Surabaya, Kamis sore.
Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak yang turut hadir dalam forum ini mengatakan bahwa berbagai permasalahan seputar tembakau harus diselesaikan secara jelas. Penyelesaian tersebut harus berdasarkan fakta jangan hanya asumsi. Bila semua permasalahan sudah clear, maka bisa menjadi bahan masukan dalam pembuatan regulasi ke depannya.
“Ini yang perlu kita bahas, misal kenapa ada impor saat tembakau masih ada. Ini hal yang masih harus diselaraskan termasuk soal varietasnya. Tadi saya juga sudah bertanya dan ternyata perusahaan tidak bisa sepenuhnya membuka karena ada rahasia mengenai campurannya dll. Ini yang perlu kita clear-kan. Jangan bicara solusi bila asumsinya berbeda-beda. Apa benar tembakau impor dan lokal komplementer dsb,” kata Emil.
Menurutnya, berbagai isu ini harus dibahas lintas daerah dan melibatkan banyak pihak. Apalagi, disadari bahwa petani dan industri tembakau telah mempekerjakan dan memberikan rezeki penghidupan ke banyak orang.
“Kita juga sadar bahwa pembatasan yang dilakukan ini tetap memperhatikan soft landing. Bagaimana kemudian melihat dampaknya seperti banyaknya masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sektor ini sehingga butuh solusi dari banyak pihak,” katanya.
Untuk itu, rembug seperti ini sangat dibutuhkan untuk mencari solusi dan memperjelas serta mempertemukan antara pemerintah, petani dan industri tembakau. Ini menjadi bagian dalam proses membuat kebijakan yang berdasarkan fakta.
“Termasuk soal harga, mekanisme pasar dan perlindungan. Ini bukan sesuatu yang spontan, butuh pertimbangan yang matang dan forum ini proses mencari itu. Ketika berbicara regulasi apa yang menjadi dasarnya harus sama apalagi produknya bervariasi termasuk tingkat mutunya,” katanya.
Emil mengatakan, rembug ini juga penting untuk membuka transparansi apa yang menjadi perhatian serius misalnya terkait komoditi cengkeh. Dimana perkebunan tembakau dan cengkeh merupakan sektor hulu yang harus mendapat perhatian. Tanpa adanya sektor hulu yang kuat, maka Industri Hasil Tembakau (IHT) tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik.
Berdasarkan data, perkebunan tembakau tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan luas panen, pada tahun 2017 terdapat 163.705 hektar (82,24%) dengan produksi sebanyak 151.028 ton berada di Pulau Jawa. Kemudian NTB dan Bali seluas 27.707 hektar (13,92%) dengan produksi sebesar 40.046 ton dan sisanya tersebar di berbagai daerah lain.
Kontribusi produksi tembakau Jatim sendiri rata-rata dalam lima tahun terakhir sebesar 97.658 ton yang terdiri dari tembakau VO sebesar 91.736 ton dan tembakau NO sebesar 5.922 ton. Budidaya tembakau di Jatim ini tersebar di 27 kabupaten dengan jenis tembakau rakyat yang diusahakan diantaranya tembakau virginia, Jawa, Madura, Paiton, Kasturi dan Lumajang VO.
Kontribusi cukai rokok Jatim tahun 2018 menyumbang sebesar 59,31 persen atau Rp. 90,74 Triliun dari cukai nasional yang sebesar 153 triliun rupiah.
Ke depan, lanjut Emil, Pemprov Jatim akan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan seperti ketersediaan benih unggul yang belum optimal, penerapan budidaya tembakau yang sebagian belum sesuai Good Agriculture Practices (GAP) serta penanganan pasca panen yang belum sesuai dengan Good Manufacturing Practices (GMP).
“Pemprov Jatim akan mengupayakan terjadinya keseimbangan antara produksi dan permintaan pabrik rokok melalui inventarisasi kebutuhan tembakau dari pabrikan, meningkatkan produktivitas dan mutu tembakau melalui aplikasi teknologi budidaya dan pasca panen, serta melakukan pembinaan dan penguatan kelembagaan kelompok tani dan asosiasi terutama dalam mengembangkan pemasaran tembakau,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, perlunya steering committee untuk membahas berbagai permasalahan tembakau termasuk cukai ini secara bersama-sama. Masing masing pihak perlu duduk bersama membahas. Polanya melihat masalahnya apa dan bagaimana menyelesaikannya.
Terkait kenaikan cukai rokok, sebut Ganjar, sebenarnya sudah banyak dibahas sejak tahun lalu. Bahkan, tahun lalu tidak jadi naik salah satunya karena upaya dari rekan-rekan di Jawa Tengah.
Pertanyaannya, apakah industri bisa membeli habis hasil tembakau petani di saat cukai tidak bisa turun. Di sisi lain, petani juga harus mampu mengatasi kebutuhan tembakau industri.
Untuk itu dalam forum ini para petani, asosiasi industri tembakau serta berbagai pihak diajak bicara untuk membahas berbagai permasalahan tersebut secara bersama-sama.
“Sebenarnya tembakau Indonesia untuk rokok itu varietas apa saja yang dibutuhkan, berapa kuantitas per tahun, kualitas apa saja yang dibutuhkan. Dan ternyata ini masih beda-beda. Kurangnya mari kita impor, cara dagangnya mari kita cari perusahaan dan petani yang punya kemitraan paling bagus mari kita contoh. Harapan kita rembug hari ini bisa menelurkan (hasil) itu,” pungkasnya.