Bojonegoro – Detakpos – Pakar Geologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” (UPNV) Yogyakarta, Dr. Jatmika Setiawan mengatakan air sumur Blekutuk di objek wisata Kayangan Api di Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro, Jawa Timur, cocok untuk jamasan pusaka.
“Air sumur Blekutuk mengandung lumpur dan pelapukan batuan yang mengandung besi serta bocoran gas dan minyak. Air tersebut bagus untuk jamasan pusaka,” kata dia di Yogyakarta, Minggu (18/11).
Ia menyatakan hal itu menangapi Komunitas Senapati Nusantara yang melakukan jamasan 341 pusaka di Bojonegoro, dengan memanfaatkan air sumur Blekutuk.
Dengan demikian, lanjut dia, pusaka seperti keris, tombak, juga lainnya yang dijamasi dengan air sumur Blekutuk menjadi bersih dan awet tidak mudah keropos.
“Pusaka yang dijamasi dengan air sumur Blekutuk tidak akan mudah keropos, bahkan bisa menjadi bersih,” ucapnya menegaskan.
Lebih lanjut dia menjelaskan di bawah lokasi Kayangan Api di Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro, yang menjadi lokasi jamasan pusaka ada “antiklin” sebagai perangkap gas bocor karena dipotong patahan yang berarah timur laut-barat daya.
Adanya gas yang bocor itu kemudian menghasilkan api abadi di permukaan yang lokasinya di Kayangan Api dan terkenal sebagai api abadi.
“Di sebelah baratnya yang berbentuk “sinklin” di permukaannya bisa sebagai “akuifer” air, di sumur Blekutuk, disebabkan ada bocoran gas,” katanya menjelaskan.
Secara geologi, menurut dia, Bojonegoro bagian tengah hingga utara, termasuk dalam “fisiografi” cekungan Rembang yang diendapi oleh “litologi-litologi” dari bawah ke atas sejak “Eosen” hingga “Resen” terdiri dari formasi Ngimbang, formasi Kujung, dan formasi Tuban.
Selain itu juga Formasi Tawun, Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi Ledok, Formasi Wonocolo dan Formasi Selorejo. Serta paling atas ditutupi oleh Lempung Formasi Lidah yang tebal.
“Formasi-formasi tersebut termasuk dalam kelompok sistem poetroleum (penghasil minyak dan Gas),” ucapnya.
Dalam hal itu, menurut dia, ada formasi yang bisa sebagai batuan induk minyak bumi (Formasi Ngimbang, Formasi Tuban dan Formasi Tawun).
Ada Formasi yang bisa sebagai “reservoar” (batuan sebagai wadah minyak) yaitu Formasi Kujung, Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi Wonocolo dan Formasi Selorejo.
Selain itu, juga ada batuan yang dapat sebagai penutup/ batuan tudung (Formasi Tawun, Formasi Ledok dan formasi Lidah. Sedangkan sebagai Perangkap minyak bumi berupa “antiklin” (lipatan batuan yang melengkung ke atas).
Menurut dia, cekungan Rembang dan Jawa pada umumnya mulai terkompresi pada umur Miosen Tengah dan mulai mematangkan minyak dan gas dan mulai migrasi.
Kompressi paling kuat terjadi pada “Plio-Pleistosen” sehingga melipatkan semua batuan di cekungan rembang menjadi Antiklin-Sinklin yang berulang dan disebut Antiklinorium Rembang.
Sehingga migrasi minyak dan gas tertampung/terlerangkap pada setiap antiklin di Cekungan Rembang ini. Sehingga di Bojonegoro terkenal penghasil minyak dan gas sejak zaman Belanda hingga sekarang. Ia mencontohkan “Antiklin” Kawengan, Wonocolo, Banyu Urip juga yang lainnya.
“Antiklin dan sinklin tersebut juga disekat-sekat oleh patahan yang berkembang selama komppresi “Plio-Pleistosen”,” ucapnya menambahkan. (*/d1)