Trilogi Sang Gresik Bercerita Kisahnya Ada yang Dibuat Film Animasi

GRESIK, – Detakpos.com – Kreativitas warga Gresik dalam dunia penulisan patut diapresiasi. Bahkan langkah kolaborasi kerja-kerja kreatif, kerja-kerja literasi dan kerja-kerja terkait seni, budaya dan sastra melibatkan betbagai pihak layak dijadikan sebagai model percontohan.

Hal itu setidaknya tercermin saat peluncuran Buku “Lagi Lagi Sang Gresik Bercerita” pada Minggu (16/9/2024) lalu. Buku tersebut merupakan trilogi ketiga dari buku “Sang Gresik Bercerita”. Buku pertama berjudul “Sang Gresik Bercerita” (SGB). buku kedua, “Sang Gresik Bercerita Lagi” (SGBL). Dalam buku ketiga, “Lagi-lagi Sang Gresik Bercerita” (LSGB) berisi 71 judul melibatkan 41 penulis.

Triliogi itu digagas dan diinisiasi Yayasan Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger). Pada peluncuran buku ketiga disuguhkan pula soundtrack lagu “Lagi Lagi Sang Gresik Bercerita” yang diaransamen Damar Etnik. Selain itu ada pemutaran film animasi yang diadaptasi dari salah satu judul tulisan. “Kisah Bukit Druyung Misteti Buyut Sewelas”

Peluncuran buku semakin lengkap dengan pembacaan puisi oleh penyair nasional asal Gresik Hendrik Utomo Mardi Luhung yang membacakan karya puisinya berlatar kehidupan sosial di Gresik, termasuk tentang bandeng, bsndar pelabuhan dan Sindujoyo.

Peluncuran buku kali ini merupakan bentuk sinergi dengan Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Balai Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Riset dan Teknologi. Menurut Ketua Yayasan Mataseger Kris Adji A Wahono, buku LLSGB berisi tentang kisah-kisah Kearifan Lokal Gresik Tempo Dulu, ditulis oleh 40an penulis dari beragam latar belakang.
Buku itu menyajikan berbagai cerita yang menggambarkan perspektif beserta pengalaman penulis. Semua kekayaan budaya beserta kehidupan sehari-hari yang terjadi pada lingkup Gresik, diulas dan disajikan ke dalam berbagai tulisan.

Kris Adji mengatakan, melalui buku tersebut masyarakat diajak untuk memahami jati diri sebagai manusia. Para penulis dengan kemampuannya dalam menggali dan menyajikan cerita-cerita lokal memberikan sentuhan kedalaman emosional dan kepiawaian naratif yang berbeda-beda.

Buku lLSGB merupakan antologi cerita terdiri dari 70 bab. Beragam latarbelakang penulis, berpengaruh pada gaya, karakter, dan latar belakang cerita yang unik dan menarik.

“Hal yang menarik selain berlatar sejarah, juga menceritakan cerita-cerita tutur (mendongeng), banyak pujian dari karya istimewa ini,” jelas Kris.

Ia meryebut ada penulis muda yang masih mengenyam pendidikan SMP, hingga ada yang doktoral. Ada pula penulis yang menjahafi Ketua Pengurus Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor Gresik, serta penulis tertua berumur 62 tahun. TIdak semua berlatar penulis, ada pelajar, arsitek dan masyarakat umum,” tutut Kris.

Bupati Gresik, Fandi Akhmad Yani yang akrab disapa Gus Yani memberikan apresiasi tinggi atas usaha melestarikan warisan budaya lokal melalui karya buku. Buku LLSGB merupakan bagian dari wujud nyata beserta komitmen dalam upaya pelestarian warisan budaya kepada generasi mendatang.

Buku tersebut menjadi sebuah karya yang berharga.
Tidak hanya memperkaya khazanah literasi, tetapi juga memberikan gambaran tentang kekayaan budaya dan sejarah Gresik

Gus Yani berharap, buku itu dapat menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan.sekaligus mendorong lebih banyak inisiatif serupa untuk menggali dan mendokumentasikan kisah-kisah berharga dari daerah Gresik.

“Mari kita bersama-sama menjaga dan mempromosikan kekayaan budaya yang kita miliki, serta terus mendorong semangat literasi di masyarakat menuju Gresik kaya baca,” tutupnya

Penulis tertua, di buku itu Slamet Budi Utomo menuturkan kunci menulis adalah tidak mengenal lelah dan tidak berhenti untuk terus belajar. “Saya sendiri harus bolak balik mencari data, memfoto mendokumentasikan, bertanya dam berdiskusi dengan Pak Kris,” tuturnya

Kepala Balai Bahasa Jawa Timur Umi Kulsum mengapresiasi buku LLSGB. Kolaborasi yang dilakukan hingga menghasilkan karya antologi itu akan memperkaya literasi bahasa. “Kami dari pemerintah mendukung program pengembangan dan perlindungan bahasa, sastra dan aksara,” ujarnya.

Peluncuran LLSGB juga disertai Bedah Buku’ menghadirkan sejarawan dan akademisi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Wisnu, penulis sastra sejarah Yudi Herwibowo, penulis sastra sejarah juga Wildan Erhu Nugraha, tim kerja perluasan ruang publik pembinaan tenaga dan lembaga kebudayaan Kemendikburistek.

Mereka juga mengapresiasi karya itu. Buku itu dinilai penting sebagai media untuk melestarikan dan menghidupkan kembali kearifan lokal serta sejarah Gresik. Perspektif para narasumber melengkapi, menggarisbawahi nilai-nilai budaya, sejarah, dan tradisi yang diangkat dalam buku tersebut.

Para penulis berperan dalam menggali dan menyajikan cerita lokal dan topomimi yang sarat makna.

Buku LLSGB bisa menjadi sumber inspirasi dan pembelajaran bagi masyarakat
Melalui diskusi. Buku itu bukan hanya jadi bacaan yang memperkaya literasi, tetapi juga menjadi warisan budaya khususnya bagi masyarakat.

Dalam kesempatan itu Yudi juga berbagi tentang data-data dan jejak bukti sejarah bisa dipakai rujukan memperkaya tulisan terutama dalam sastra sejarah. Tidak ada aturan baku berapa prosentase fiksi dan faktanya, gaya dan sudut pandang penulis bisa memperkaya khasanah dalam memahami sejarah.

Sementara Wisnu berpendapat saat ini menuliskan sejarah lebih mudah karena dibantu teknologi. Hanya saja ia mengingatkan penulis untuk berhati hati menggunakan data lewat internet, agar karya yang disuguhkan tetap valid. ” Hati hati menuliskan sejarah, sekali salah akan salah, sekali bengkok tetap bengkok kalau tidak ada yang meluruskan” tuturnya.

Ia membandingkan kalau dulu menuliskan sejarah harus berburu ke pusat arsip nasional, perpustakaan nasional, museum, hingga membaca dan memahami prasasti secara teliti. “Sekarang selagi ada jaringan internet, wifi lancar kita bisa mengakses data langsung dari Belanda dan negara lainnya,” katanya.

Para narasumber juga mengingatkan sejarah yang ditulis orang ‘luar’ sarat kepentingan. Kalau tidak teliti malah bias bergantung versi siapa. Ia mencontohkan bagi Belanda, Pangeran Diponegoro adalah perusuh dan pemberontak, sedangkan bagi Indonesia, Diponegoro adalah pejuang dan pahlawan. (D/3)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *