Malang –Detakpos-Anjas Pranomo adalah mahasiswa berprestasi yang luar biasa. Penemu lima aplikasi berbasis android ini akan mengantarkan dirinya ke Gedung Putih Amerika Serikat.
Dia mengembangkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah untuk kemaslahatan masyarakat.
Apa yang dilakukan Anjas adalah wujud nyata dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang perlu disupport terus.
Ini adalah wujud dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus didukung bersama-sama supaya anak-anak muda ke depan terus berkarya demi kemajuan bangsa.
Anjas tidak hanya cerdas secara akademik, ia juga aktif di organisasi, Ketua Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Brawijaya (UB). Ia berorganisasi sekaligus berprestasi.
Prestasi yang ditorehkan oleh Anjas tidak tangung-tanggung, bukan sekedar level nasional, tapi bertaraf Internasional.
Mahasiswa semester tukuh Jurusan Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer UB ini memenangkan berbagai lomba melalui lima aplikasi berbasis android yang dibuat.
Salah satu aplikasi hasil rancangannya adalah Difodeaf, mendapatkan penghargaan berupa medali emas dari University of Malaysia tahun 2018.
Selain kamus bahasa isyarat Difodeaf, ia membuat aplikasi Locable (Location for Difabel) yang diperuntukkan para penyandang disabilitas untuk mengakses tempat-tempat yang ramah difabel.
Aplikasi ketiga karya mahasiswa asal Kudus ini yaitu aplikasi jual beli disabilitas (jubilitas).
Kemudian, Anjas juga membuat aplikasi yang berkaitan dengan transportasi dan pencarian guru ngaji. Semua aplikasi itu sangat bermanfaat bagi orang banyak.
Atas berbagai prestasi yang diraih, Anjas mendapatkan penghargaan sebagai YSEALI (Youth Southeast Asia Leadership Initiative). Bahkan, ia akan menginjakkan kaki di Gedung Putih Amerika pada 21 September 2019, untuk menerima undangan dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
Menurut cerita Anjas, ia mengaku membuat aplikasi ini lantaran upayanya memerangi diskriminasi terhadap kaum difabel.
Ia melihat banyak sekali perlakuan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas seperti yang pernah dialaminya sendiri.
Ia bahkan pernah ditolak masuk sekolah menengah karena dianggap tidak mampu.
Ia berkeyakinan, diskriminasi itu terjadi lantaran masyarakat tidak terbiasa menerima orang-orang yang memiliki keterbatasan sejak usia dini. Oleh karena itu, aplikasi yang dirancangnya dibuat seperti game di android yang bisa dimainkan oleh anak-anak sambil memahami bahasa isyarat dengan harapan mereka familiar dengan keberadaan orang-orang difabel sejak kecil.
Sebuah upaya mulia yang berbuah hasil yang sangat bermanfaat bagi masyarakat luas, khususnya mereka yang menyandang disabilitas sehingga menjadi setara, mendapatkan perlakuan sama, dan diakui memiliki prestasi hebat.
Bidang Pengembangan Pemuda Kemenpora, Asrorun Niam, pihaknya akan memberikan penghargaan kepada Anjas sebagai Pemuda Hebat 2019.(d/2)
Editor : A Adib