Kesulitan Air Bersih Masalah Klasik di Bojonegoro

BojonegoroDetakpos – Kesulitan air bersih selalu terulang dan terulang lagi setiap tahunnya di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menjadi masalah klasik saat masuk kemarau, selain banjir luapan Bengawan Solo juga banjir bandang pada musim hujan.

Daerah dengan jumlah 430 desa/kelurahan yang tersebar di 28 kecamatan, yang mengalami kesulitan air bersih pada musim kemarau tidaklah sedikit.

Sesuai catatan badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat pada 2018, warga yang mengalalami kesulitan air bersih sebanyak 22.884 kepala keluarga (KK) dengan jumlah 78.684 jiwa.

“Saat ini sudah ada dua desa yaitu Desa Turigede, Kecamatan Kepohbaru dan Desa Ngeper, Kecamatan Padangan, yang mengajukan permintaan air bersih karena kemarau,” kata Kepala BPBD Bojonegoro Umar Ghoni, dalam perbincangan dengan detakpos di Bojonegoro.

BPBD sudah mendistribusikan air bersih kedua desa itu bagi warga yang mengalami kesulitan air bersih. Sejumlah warga di Desa Turigede, Kecamatan Kepohbaru.

Warga menampung air bersih itu tidak hanya di tempat jerigen, ember, tapi juga membuat tampungan darurat dengan plastik.

Sebagaimana dijelaskan Ketua Badan Keahlian Teknik Sipil Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (Intakindo) Dr. Laksono Djoko Nugrohobahwa daerah Bojonegoro, selain dilalui sungai Bengawan Solo yang memiliki potensi air permukaan, juga memiliki banyak potensi air tanah terutama di wilayah selatan.

“Di wilayah selatan banyak potensi air tanah semi tertekan yang bisa dimanfaatkan sebagai air bersih untuk mengatasi kesulitan air bersih bagi warga,” kata dia seraya menyebutkan wilayah yang memiliki potensi air ntah semi terkenan antara lain di Kecamatan Gondang dan Sekar.

Tidak hanya itu, daerah setempat juga dilalui Bengawan Solo yang potensi airnya yang sekarang lebih banyak dimanfaatkan untuk air pertanian dengan sistem pompanisasi. Air Bengawan Solo di sejumlah lokasi juga mulai dimanfaatkan untuk air bersih seperti intalasi air minum di Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk.

Sebelum itu, PT Petromikia Gresik, juga mengambil air Bengawan Solo di Babat, Lamongan, yang disedot dengan memanfaatkan pipa.

Selain itu, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) juga mengambil air Bengawan Solo untuk proses produksi minyak Blok Cepu. Meski demikian, air permukaan Bengawan Solo yang dimanfaatkan berbagai keperluan itu masih minim dengan potensi airnya yang mengalir ke laut di setiap musim hujan.

Pemkab sebenarnya sudah melakukan berbagai langkah mengantisipasi kesulitan air bersih, dengan melakukan survei geo listrik di desa-desa yang rawan kekeringan. Dengan adanya survei geolistrik bisa diketahui lokasi tempatnya yang memiliki potensi air tanah.

Bagian Sumber Daya Alam (SDA) sudah melakukan survei geolistrik di desa-desa yang rawan mengalami kekeringan di musim kemarau.

Di lain pihak Anggota DPR RI Komisi VIII Ir. Drs. Bambang Budi Susanto berpendapat bahwa mengatasi kesulitan air bersih bagi warga di daerah setempat bisa dilakukan dengan mudah dengan menyediakan mobil tangki bagi desa yang desanya rawan air bersih.

“Pihak desa bisa berusaha sendiri dengan memanfaatkan mobil tangki untuk pengadaan air bersih dengan memanfaatkan APBDes,” ucapnya.

Melihat potensi APBD daerah setempat yang pada 2019 sudah menyentuh angka Rp5 triliun, mentgatasi kesulitan air bersih sebenarnya bukan pekerjaan sulit, apalagi daerah setempat memiliki potensi sumber air tanah di wilayah selatan, selain potensi sumber air permukaan Bengawan Solo. (*)

Penawarta:Agus S
Editor: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *