Bojonegoro – Detakpos.com – Kabupaten Bojonegoro saat ini menghadapi dilema serius terkait ketersediaan lapangan kerja. Peningkatan jumlah penduduk usia kerja yang signifikan tidak berbanding lurus dengan peluang kerja yang tersedia. Para pencari kerja (pencaker) mengungkapkan keluhan mendalam atas sempitnya lowongan yang bisa diakses. Situasi ini menciptakan ironi di tengah status Bojonegoro sebagai salah satu daerah penghasil minyak dan gas bumi (Migas) terbesar. Keberadaan perusahaan raksasa Migas dinilai belum maksimal menyerap tenaga kerja lokal.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bojonegoro menunjukkan tren peningkatan jumlah angkatan kerja yang signifikan dalam waktu singkat. Pada tahun 2023, jumlah penduduk usia kerja tercatat sebanyak 1.058.708 orang. Angka ini kemudian melonjak menjadi 1.066.068 orang pada tahun 2024. Peningkatan angkatan kerja ini sayangnya tidak mampu diimbangi oleh ketersediaan pekerjaan di daerah tersebut. Total warga yang tercatat telah bekerja di Bojonegoro hanya sekitar 752.610 orang.
Ketidakseimbangan ini secara langsung menyebabkan tingginya angka pengangguran terbuka di wilayah Bojonegoro. Tercatat, jumlah warga yang belum mendapatkan pekerjaan mencapai 34.785 orang pada tahun 2024. Mayoritas pengangguran ini didominasi oleh lulusan pendidikan menengah, yaitu jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Rinciannya, pengangguran dari lulusan SMA umum mencapai 18.464 orang, disusul lulusan SMK sebanyak 6.771 orang.
Salah seorang pencari kerja lokal, Roni, menyampaikan kekecewaannya secara terbuka kepada media. Ia menyoroti kontras antara potensi kekayaan daerah dan realitas lapangan kerja. “Peluang kerja di Kabupaten Bojonegoro sangat minim saat ini,” ujarnya dengan nada khawatir. Roni menambahkan, “Banyaknya penduduk usia kerja tidak sebanding dengan lapangan kerja yang ada, padahal daerah ini dikenal sebagai penghasil migas.”
Fenomena ini oleh pengamat ekonomi kerap disebut sebagai ‘Paradoks Sumber Daya’ (resource curse). Bojonegoro yang kaya akan sumber daya alam, khususnya sektor Migas yang padat modal dan minim serapan tenaga kerja, justru kesulitan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Kondisi ini membuat manfaat kekayaan alam daerah tersebut tidak merata. Dampaknya, lapangan kerja yang luas bagi warga lokal sulit tercipta.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro sebelumnya juga telah menyoroti permasalahan genting ini. Mereka menilai bahwa inisiatif seperti bursa kerja yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah belum mampu menekan angka pengangguran. Situasi ini mendorong desakan kuat agar Pemerintah Kabupaten Bojonegoro segera merumuskan terobosan baru. Diperlukan strategi diversifikasi ekonomi yang komprehensif untuk menanggulangi persoalan ketenagakerjaan yang kini berada pada titik mengkhawatirkan.






