Oleh: A Adib Hambali
BAK tsunami. Begitulan tamsil betapa dan dahsyat dan cepatnya berita tentang penganiayaan aktivis HAM Ratna Sarumpaet bergerak.
Sejumlah pihak pun tersentak, terperangah. Sebagian aktivis yang tetgabung dalam Tim Sukses Nasional bergerak cepat merespons dengan menggelar jumpa pers, menypaikan empati pada musibah mantan ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) itu.
Tidak ketinggalan, mereka langsung mengutuk tindakan tidak manusiawi kepada pelaku pengaaniayaan terhadap Ratna Sarumpaet yang beredar di medsos maupun media lainnya.
Termasuk capres Prabowo Suboanto pun langsung menunjuklan rasa empati dengan mendatangi kediamaanya, termasuk mendesak pihak Polisi untuk menangani kasus penganiayaan terhadap salah satu anggota timsesnya.
Nuansa politis menyeruak di balik peristiwa yang bergulir. Maklum suhu politik sudah memanas sehingga banyak yang menghubungkan dengan rivalitas menjelang Pilpres 2019.
Namun sebagian pihak justru tidak percaya. Setidaknya ragu ragu terhadap pengakuan Ratna Sarumpaet. Benarkah Ratna dianiaya, sambil menunggu perkembangan berikutnya, mereka lebih baik menunggu agar tidak ikut memperkeruh suasana politik lebih gaduh.
Yang tidak percaya mempertanyakan kenapa Ratna Sarumpaet tidak melaporkan kasus penganiayaan terhadap dirinya kepada Polisi. Dia malah menggelar jumpa pers dan menyebarkan pengakuan lewat medsos.
Tak butuh waktu lama, polisi berhasil mengungkap tabir kebenaran di balik berita tersebut. Dari hasil penyelidikan, polisi menyatakan, tidak ada bukti dan keterangan saksi yang menguatkan bahwa Ratna dianiaya. Muka lebam bukan karena penganiayaan, namun efek dari operasi plastik.
Polisi berhasil membuktikan bahwa Ratna berada di sebuah rumah sakit di Bandung untuk menjalani operasi plastik.Keberadaan Ratna di rumah sakit tersebut terekam kamera CCTV.
“Berdasarkan rekaman CCTV, Ratna Sarumpaet keluar RS Bina Estetika pada Senin tanggal 24 September pukul 21.28 WIB menggunakan taksi Blue Bird,” ujar Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (3/10).
Kerja cepat polisi layak diapreasiasi. Instansi negara yang bertanggungjawab terhadap keamanan dan keselamatan masyarakat tersebut tidak ingin pemberitaan tentang Ratna berkembang menjadi bola liar.
Maklum opini yang terbentuk langsung direspons oleh berbagai pihak dengan nuansa politis yang mengarah kampanye hitam.
Polisi pun menyebarkan hasil temuan-temuan itu lewat medsos dan begitu cepat dan dahsatnya, Ratna Sarumpaet pun menggelar jumpa pers untuk mengakui kebohongan yang mengguncang publik.
Upaya ini menunjukkan semangat Kepolisian untuk memberikan informasi yang benar kepada publik. Sekali lagi, kerja cepat polisi layak diapresiasi.
Soal operasi plastik, ternyata juga diakui kebenarannya oleh Ratna. Foto lebam wajahnya yang beredar di media sosial memang hasil operasi plastik. Dia pun membantah mengalami penganiayaan.
“Itu hanya cerita khayal entah diberikan oleh setan mana ke saya,” ujar Ratna saat menggelar jumpa pers di kediamannya di daerah Tebet, Jakarta selatan, Rabu (3/10/18).
Terang sudah, Ratna tak mengalami pemukulan hingga mukanya lebam. Cerita itu hanya bohong belaka.
Tapi masalah ini belum berakhir. Pihak pihak yang dirugikan oleh kebohongan Ratna Sarumpaet akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Cawapres Sandiaga Uno pun membawa kasus ini ke jalur hukum.
Kebohongan Ratna Sarumpaet tidak berdampak dirinya. Namun bagi pasangan Prabowo dan Sandiaga mempunyai efek negatif karena dia salah satu anggota tim kampanye. Ibarat pepatah “Setitik nila itu bisa merusak susu sebelanga.”
Sebagai publik figur seharusnya Ratna lebih berhati-hati dalam bertutur kata dan berbagi cerita. Jika tidak, citra sebagai aktivis dan pegiat HAM yang kritis, yang melekat kepada dirinya akan luntur dalam waktu sekejab.
Polemik Ratna Sarumpaet juga memberikan pelajaran berharga bagi semua pihak, yang hidup pada era keterbukaan seperti sekarang ini.
Inilah era perang opini, begitu mudah terjadi. Sekaligus, era kebenaran atau kebohongan sebuah opini begitu mudah dideteksi. (*)
Redaktur senior Detakpos.