Oleh: AAdib Hambali *
POLLING KITA kembali menggelar jajak pendapat. Kali ini dengan tema “Siapa PJ Bupati Bojonegoro” sesuai usulan DPRD Bojonegoro dan Gubernur Jawa Timur. Hingga pukul 8.50 WIB, Jumat 18 Agustus 2023, nama Sekda Nurul Aizah sudah dipilih oleh 1.097 suara (42.7 persen).
Sementara itu Letkol ARM Arif Yudho Purwanto 925 Suara (36,0 %), disusul Agung Subagyo S.STP, M.Si 328 Suara (13,8 persen).. Adapun usulan Gubernur Jatim,
Andromeda Qomariah 179 Suara(6, 5 persen, Edi Susanto, S.Sos, M.Si 29 Suara (1,1 persen) dan M. Isa Anshori, M.T 11 Suara (0,4). Total suara yang masuk
2.567 suara.
Terlepas ada prediksi peluang usulan PJ (penjabat) Bupati Bononegorio dari DPRD itu sangat kecil terpilih, setidaknya kita bisa menangkap aspirasi dan keinginan adanya perubahan pada Pilkada Bojonegoro 2024, mulai menguat dan terus bergulir.
Terbukti suara Nurul Azizah dalam poling ini juga bertengger di atas dan memperkokoh posisi dalam poling sebelumnya dengan tema “Siapa Bupati Bononehoto 2024” yang digelar oleh PollingKita. com.
Yang pasti sebagian besar Wong Jonegoro berharap siapa pun yang terpilih PJ Bupati memiliki tugas menghadapi Pemilu mendatang dengan menyiapkan langkah untuk mewujudkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, termasuk Pilkada yang harus dipatuhi agar berlangsung kondusif. Hal itu ditegaskan oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. (detakpos.com, 8/8/2023).
Lima langkah antisipasi ini penting dilakukan untuk mewujudkan Pemilu serentak 2024 yang tertib, damai dan kondusif. Terlebih, pesta demokrasi selalu disambut meriah oleh masyarakat Jatim termasuk Bojonegoro.
Lima langkah antisipasi terhadap potensi gangguan Pemilu yang menjadi pekerjaan rumah (PR) PJ Bupati Bojonegoro tersebut: pertama seluruh elemen masyarakat harus menghindari politisasi birokrasi. Caranya dengan jalan menempatkan ASN pada posisi netral.
Dengan menempatkan posisi ASN netral, PJ Bupati Bojonegoro mempunyai tugas membersihkan oknum ASN yang disinyalir terindikasi pernah terlibat melakukan penggalangan dan penggiringan terhadap salah satu kandidat dan parpol seperti yang pernah muncul selama ini, dan belum terjangkau oleh Bawaskab karena menjadi kewenangan Komisi Aparat Sipil Negara (KASN ).
Jika bukan sekadar lip service, Gubernur perlu memerintahkan PJ Bupati membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan keterlibatan oknum ASN dan kepala desa untuk pemenangan salah satu kandidat calon dan parpol tertentu.
Oknum pejabat yang terindikasi berkolusi pun perlu diganti oleh pejabat yang benar benar netral agar ASN tidak berpihak dalam Pemilu dan Pilkada 2024. Hal itu bisa dilihat apakah pengangkatan mereka nerbau kolusi atau tidak. Juga bisa dievaluasi melalui kapabilitas dan kapasitas jabatan yang ditempati, termasuk penempatan pejabat itu sudah melalui prosedur berdasarkan aturan.
Politik Uang
Kedua, menghindari politik uang untuk mempengaruhi pilihan masyarakat. Ini berarti ikut mengedukasi warga agar tidak terpengaruh money politics. Mereka
agar mengutamakan kualitas dan kapabilitas para calon. Mereka juga tidak sibuk menghitung uang yang diterima dari para calon sehingga muncul istilah: nomer piro wani piro (NPWP).
Maraknya praktik politik transaksional ini jelas mengikis idealisme dan komitmen politik sebagai sarana perjuangan mewujudkan aspirasi rakyat. Model transisi demokrasi ini tidak menjanjikan melembaganya demokrasi substansial yang terkonsolidasi.
. Hal itu malah mendorong meningkatkan korupsi di tanah air. Sebab untuk mendapatkan kursi bupati atau calon legislatif harus mengeluarkan uang hingga puluhan miliar rupiah.
Yang menjadi pertanyaaan uang itu berasal darimana dan bagaimana bisa mengembalikan. Ini pertanyaaan sederhana dan mudah, apakah begitu banyak orang merelakan uangnya dihamburkan lalu bekerja untuk rakyat meski uang tidak kembali? Jawabnya tidak yakin.
Di tengah kenyataan tersebut, wajar apabila ada sebagian pihak menilai demokrasi di era reformasi justru sedang mengalami stagnasi. Demokrasi hanya memanjakan para elite politik, sehingga rakyat belum merasakan dampak dari demokrasi secara signifikan, terutama terhadap kesejahteraan dan kemakmuran.
Berdasarkan kenyataan tersebut, secara umum pasca reformasi, demokrasi tidak bertambah baik. Hal ini dikarenakan demokrasi yang berkembang cenderung liberal, sudah terjebak pada demokrasi angka-angka. Angka transaksi bukan lagi aspirasi.
Masyarakat diminta juga jangan sampai terjebak dalam politik pragmatis jangka pendek. Jadilah pemilih yang cerdas, sehingga dapat meminimalisir terjadinya money politics dan high cost politic. Dengan demikian bisa menyelamatkan demokrasi Pancasila agar tidak terjebak dalam demokrasi transaksional.
Jangan jual masa depan Wong Jonegoro hanya karena uang Rp 20.000 hingga Rp 50 ribu. Karena jika memilih pemimpin hanya karena uang risikonya akan mudah ditinggalkan, selain menjamin tegaknya demokrasi Pancasila dengan menjadi pemilih dan pendukung yang cerdas, juga turut berkontribusi dalam menegakan etika kehidupan berbangsa dan bernegars.
Ketiga adalah menghindari penggunaan ujaran kebencian, SARA, hoax, ataupun kampanye hitam melalui media massa dan ruang publik. Keempat, setiap pelanggaran pemilu harus ditindak tegas demi Pemilu yang berintegritas dan berkualitas
Yang kelima, semua pihak harus menggunakan jalur hukum dalam proses penyelesaian sengketa pemilu. Sehingga, semua konflik bisa diselesaikan secara adil dan penuh transparansi.(*)
*: Redaktur senior detakpos. com