Oleh : A Adib Hambali (”
HIKAYAT Daun Salam.
Tanpa daun salam, masakan gulai bakal hambar. Gurihnya tidak dapat. Lezatnya akan jauh berkurang. Tapi, daun salam hanya diperlukan saat gulai belum masak.
Begitu gulai sudah siap dihidangkan, daun salam pun dibuang. Tiada peran apa-apa lagi. Nikmatnya jabatan, gurihnya kekuasaan, lupa pada jasa si Daun Salam.
Kemungkinan, hikayat “Daun Salam” itu bisa menggambarkan kondisi politik di Bojonegoro yang mencuat akhir akhir ini.
“Perseteruan” Bupati Bojonegoro Anna Mu’awna (Anna) dengan Wakil Bupati Budi Irawanto (Wawan), berlanjut masuk ke ranah hukum, dak kini ditangani oleh Polda Jawa Timur.
Seperti Daun Salam, Wawan dientaskan sekitar tiga bulan setelah dilantik, yaitu saat pelantikan pejabat hasil mutasi pertama. Wawan kembali tidak dilibatkan. Bupati Anna Mu’awanah (Detakpos, 2/5/2019), melantik sejumlah pejabat hasil mutasi kedua masa jabatannya.
Lagi lagi soal mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Bojonegoro, Wawan kepada media menyatakan, periode ini Bupati sudah delapan kali melakukan mutasi pejabat di lingkungan Pemkab, namun dirinya selaku ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) tidak pernah dilibatkan.
Berulang kali Wawan mengekspose ihwal dirinya tidak dilibatkan dalam mutasi jabatan. Namun komunikasi ke dalam untuk mencairkan suasana pasangan yang dipertemukan pada Pilkada 2018 itu pun buntu, sehingga kesan seperti politik Daun Salam pun berlaku.
Apalagi di pertengahan 2019, Wawan tidak dipilih lagi menjadi ketua DPC PDI Perjuangan Bojonegoro. Posisi bergaining politiknya pun semakin lemah, seperti dicabut dari akarnya.
Anna pun menulis dalam WAG Jurnalis, sejak tidak dipilih menjadi ketua DPC, Wawan tidak menjalankan tugas negara, padahal dia menggunakan fasilitas pemerintah.
Wawan pun dianggap berada di garis oposisi. Puncaknya saat pandemi Covid-19. Ketika dia mempertanyakan soal data tidak singkron fakta di lapangan yang ditemukan.
Di situlah Anna membalas via WA grup Jurnalis dan Informasi yang dihuni oleh 200 anggota dari pejabat Forkopimda Bojonegoro.
Seperti diketahui, dalam tulisan percakapan yang dikirim Anna 6 Juli 2021 dan tersebar di media sosial lokal hingga nasiona, terdapat tulisan dengan menggunakan diksi yang dinilai mencemarkan nama baik, sehingga mantan ketua DPC PDIP Bojonegoro itu mengadukan hal tersebut ke Polres setempat.
Setidaknya, itulah yang mencuat ke pemberitaan, ada kemungkinan masih banyak cuitan yang belum terungkap dalam pemberitaan di media, namun bakal terungkap dalam pemeriksaan polisi.
Dari masalah politik, sekarang merambah ke ranah hukum. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah (PR) pihak Kepolisian. Pasalnya, meski sudah masuk ranah hukum, bayang bayang politis dan implikasinya tetap menghantui kasus tersebut.
***
Di internal partai berlambang Kepala Banteng dalam lingkaran Bojonegoro, polarisasi dukungan muncul. Pengurus DPC mengikuti langkah DPD PDI Perjuangan Jatim yang mengambilalih penanganan polemik Anna-Wawan. Tentu langkah yang diambil adalah demi stabilitas politik di Bojonegoro. Ketua DPD Jatim Kusnadi pun meminta Wawan mencabut pengaduan ke Polisi.
Sementara itu PAC Kota Bojonegoro dan sejumlah ranting justru berseberangan dengan DPC dan DPD. Ketua PAC Yulianto pun meminta agar Wawan tidak mencabut pengaduannya. Biarlah proses hukum berakhir di pengadilan. Wawan bergeming, tidak mencabut pengaduan ke polisi.
Diprediksi, PDI Perjuangan di tingkat DPC dan DPD, demi stabilitas memilih menghindari benturan dengan Bupati Anna yang juga ketua DPC PKB Bojonegoro. Partai ini memiliki 10 kursi di legislatif. Jika berpolemik, sama saja dengan menutup kesempatan berkoalisi pada Pilkada 2024.
Tidak menguntungkan berseberangan dengan PKB. Untuk bisa mengusung calon sendiri, kursi PDI-Perjuangan di DPRD tidak mencukupi. Inilah kemungkinan pertimbangan PDI Perjuangan terkesan tidak mau membela Wawan dengan alasan yang logis demi masyarakat Bojonegoro.
Apalagi dalam politik berlaku adigium “Tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada adalah kepentingan.”
Implikasi politik dari kasus hukum ini sendiri, terlalu ambisius jika ada pihak yang memiliki target menjatuhkan Anna seperti kepala daerah yang diputus bersalah secara hukum dalam kasus korupsi.
Jika berharap seperti itu, kemungkinan kasus yang diadukan Wawan tidak sampai jauh ke pemakzulan. Pasalnya dalam dugaan pencemaran lewat media sosial itu ada kebijakan Kapolri tentang restorasi justice. Paling banter meminta maaf jika dinyatakan bersalah.
Tetap dengan praduga tidak bersalah. Pengadilan yang akan memutuskan. Secara politis akan berdampak. Setidaknya, contoh tidak baik ini bisa dijadikan senjata oleh rival rival Anna pada Pilkada 2024, jika maju pada pemilihan serentak mendatang.
*): Redaktur senior Detakpos.com