Jakarta–Detakpos-Rencana Presiden Jokowi menerapkan pembatasan sosial (physical distancing) disertai dengan kebijakan darurat sipil dalam menghadapi wabah Covid-19 mencerminkan watak yang ingin menggunakan jalan pintas.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani menyatakan,
dalam mengatasi wabah Covid-19 tetap harus memenuhi kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga negara.
Menurutnya, Perppu No. 23/1959 Tentang Keadaan Bahaya, tidak mengatur kewajiban pemerintah terkait pemenuhan tersebut.
Pemberlakuan Perppu 23/1959 dalam mengatasi Covid-19 tersebut justru tidak relevan, karena tidak memenuhi prasyarat yang diatur pada Pasal 1 UU, seperti keterancaman oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa, kemudian timbul perang atau bahaya perang.
Perppu ini, menurut
Ismail Hasani di Jakarta, Kamis (2/4),
justru berpotensi mengarah kepada otoritarianisme, karena hanya mengatur hak Penguasa Darurat Sipil pada Pasal 17, seperti mengetahui semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor telpon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan telpon atau radio.
Dalam penanganan penyebaran Covid-19 yang kian massif, lanjut dia, Presiden Jokowi seharusnya mengacu kepada UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang notabene ditandatanganinya.
Melalui UU ini, katanya, pemerintah tidak hanya berupaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat, tetapi juga bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat melalui pemenuhan hak warga negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina.
Pasal 4, pemenuhan kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan hewan ternak yang berada dalam Karantina Rumah (Pasal 52), dan kebutuhan hidup dasar seluruh orang yang berada di rumah sakit (Pasal 58).
Kompleksitas penanganan Covid-19 ini jangan sampai dilakukan dengan cara atau jalan yang pintas, salah satunya dengan pendekatan keamanan atau bahkan militeristik.
“Subjek keamanan adalah manusia atau warga negara, sehingga pemerintah harus hadir untuk memastikan rasa aman warganya, salah satunya dengan melaksanakan kewajiban untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar warga negara,”tutur dia.(d/2).
Editor: A Adib