Oleh A Adib Hambali *
DALAM sistem demokrasi seperti di Indonesia, partai politik (Parpol) merupakan elemen pentingkah, karenamemiliki peran strategis sekaligus vital, yakni menjadi pihak yang diberikan kepercayaan politik oleh rakyat melalui mekanisme keterwakilan di legislatif maupun eksekutif.
Dalam alur linier, partai politik tepat berada di tengah antara warga negara sebagai konstituen dengan negara sebagai pelaksana tertinggi pemerintahan.
Namun dalam kenyataan, praktik ideal partai politik tersebut lebih sering tidak terlaksana. Secara internal, partai politik bahkan kerap kali gagal mempraktikkan mekanisme demokrasi dan terjebak dalam praktik oligarki.
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
Gambaran itu bisa dicermati menjelang Pilkada Bojonegoro yang akan dilaksanakan pada Oktober 2024. Semakin dekat waktu pesta demokrasi ini, muncul kandidat calon bupati dan wakil bupati yang bakal bersaing.
Di tengah kuatnya dominasi parpol, muncul nama pasangan Nurul Azizah dan KH Nafik Sahal (Nuansa) bakal maju di Pilkada 2024 melalui jalur independen. Pasangan ini sudah mendaftar ke KPU dengan mengantongi seratus ribu lebih dukungan dari berbagai elemen masyarakat.
Nurul Azizah yang menjabat Sekda Bojonegoro tidak sulit menggalang dukungan dari berbagai elemen masyarakat seperti ulama, kiai dan para gus pengasuh pesantren terkemuka di Bojonegoro. Juga elemen masyarakat pecinta sepakbola di Bojonegoro lantaran kepedulian Nurul terhadap Tim Persibo. Dia pun mengenakan jersey laskar Angleng Dharmo sebagai branding baliho di berbagai pelosok.
Sementara itu Nafik Sahal adalah politisi PKB yang pernah menjabat dewan syuro DPC PKB Bojonegoro.
Terlalu dini untuk memprediksi apakah mampu mengalahkan kandidat lain Setidaknya untuk sementara bisa mendobrak dominasi partai dari kebiasaan “dagang sapi” dalam koalisi.
Banyak faktor yang menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi
pasangan maju di Pilkada 2024 melalui jalur independen. Dari sisi popularitas, dia telah mengejar nama besar calon lain.
Selain itu, sudah menjadi rahasia umum, soal dana ada kemungkinan menjadi faktor penentu dalam meningkatkan popularitas, menuju elektabilitas yang tinggi dan bisa terpilih oleh rakyat. Namun sebagian rakyat sudah melek politik. Kita bisa belajar dari Pilpres 2024, PDI Perjuangan yang unggul di pilihan legislatif namun capres Ganjar Pranowo yang diusung pun terdampar di posisi buncit.
Begitu juga di Pilkada 2024 di Bojonegoro, tidak ada jaminan calon yang diusung partai pemenang Pileg 2024 lalu bakal menang di Pilkada.
Nuansa bisa memanfaatkan pilihan rakyat yang tidak mau terkungkung oleh dominasi partai politik, karena suara suara sumbang akibat dikecewakan oleh parpol yang disebut sebut sering ingkar janji.
lebih memilih jalur independen karena pasangan Nuansa mengetahui ruwetnya melalui jalur parpol. Belum lagi soal tradisi “mahar” .Tidak ada “makan siang gratis.” Biasanya ada tarif yang mesti dipenuhi untuk mendapat tiket dari parpol.
Begitu juga setelah terpilih nanti pasangan terbelenggu oleh kepentingan kepentingan parpol pendukung. Misal mengkapling proyek dan jabatan serta kue pembangunan sebagai imbalanDari sisi popularitas dan elektabilitas dalam survei, Nurul jauh melampaui kandidat yang sedang berseliweran di baliho baliho yang terpampang di berbagai jalan raya. Namun pertarungan sesungguhnya akan ditentukan saat rakyat masuk bilik suara nanti. Wa-Allahu A’lam. P
*enulis pemerhati politik di Bojonegoro