“Sketsaforia Urban” Festival Sketsa Terbesar Tanah Air

JakartaDetakpos – Pameran sketsa terbesar, sekaligus menujukkan pekembangan mutakhir perkembangan sketsa Tanah Air, sedang digelar di Galeri Nasional Indonesia, dibuka 12 September sampai 12 Oktober 2019.

Pameran bertajuk Festival Sketsa Indonesia “Sketsaforia Urban”, diinisiasi oleh Galeri Nasional Indonesia, Kementerian Pendidikan Kebudayaan.

Menampilkan 12 arsip dan 616 karya sketsa beragam medium dari 122 pembuat sketsa (sketsais), lembaga, dan komunitas penggerak sketsa terkini. Dari jumlah tersebut, 76 karya dan 76 sketsais di antaranya merupakan yang lolos seleksi aplikasi terbuka dari 411 karya, 256 calon peserta, dari 17 provinsi di Indonesia.

Sedangkan 140 karya dan 34 sketsais di antaranya merupakan undangan yang dipilih berdasarkan pertimbangan kuratorial. 400 karya di antaranya dari dua lembaga dan sepuluh komunitas sketsa di Indonesia.

Lembaga dan komunitas tersebut, yakni Museum Seni Rupa dan Keramik–UP Museum Seni, Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, KamiSketsa GalNas, Indonesia’s Sketchers, Urban Sketchers Indonesia, Bogor Sketchers, Sketchwalker, Sketchaholic, Sketch or Wasted, Deskovsketchers, Semarang Sketchwalk, Roedi Art Space, Dewan Kesenian Bekasi, Asosiasi Olah Raga Sketsa Indonesia (AORSI), dan Sketching Chángchūn for All.

Menurut Kepala GNI Pustanto, festival ini dirayakan dalam kemeriahan kegiatan di sebelas kota, antara lain Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo, Pontianak, Makassar, Samarinda, Manado, Tiongkok, dengan Galeri Nasional Indonesia sebagai simpul perayaan.

Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi pameran, workshop, diskusi, sarasehan, tur, travel sketch, sketsa bersama, dan performance (battle sketch).

Festival ini dikuratori oleh Bambang Bujono, Beng Rahadian dan Tegung Marono. Dalam catatan kuratorialnya, dijelaskan antara lain bahwa sketsa urban merupakan hasil kegiatan bersama, ramai-ramai, di suatu tempat, menyeket apa saja yang dilihat dan disukai. Lalu, mereka mengunggahnya ke media sosial. Kegiatan ini pun menular secara global.

Galeri Nasional Indonesia membawa sketsa dari dunia maya ke kenyataan sehari-hari, dari pameran di Instagram dan Facebook ke ruang pameran nyata berbatas dinding.

Pameran ini hendak mencatat, sketsa yang disarankan di masa Keimin Bunka Sidhoso, dan ramai dipublikasikan di majalah-majalah kebudayaan di masa 50-60-an, dan kemudian surut, ternyata masih diwajibkan sebagai tugas di perguruan tinggi seni rupa (maka ada yang menyebut sebagai “sketsa akademis”), dan lalu pada dasawarsa pertama tahun milenial sketsa mengemuka lagi berkat media sosial:

jadi, seberapa beragam garis dan warna itu sekarang ini? Adakah nuansa-nuansa di antara sketsa-sketsa itu, yang membedakan zaman, membedakan persepsi, membedakan proses kreatif?

Yang tak boleh dilupakan adalah semangat just for fun. Tidakkah fun semacam pelumas dalam hidup, membuat semuanya berjalan mulus? Karena itu acara ini disebut festival–di samping pameran ada berbagai kegiatan berkaitan dengan sketsa, melibatkan pengunjung.

Sketsa karya Yusuf Susilo Hartono, “Antara Perayaan dan Kenangan, tinta jepang, akrilik dan kopi, pada kanvas, 145 x 100 cm, 2019. (Istimewa)

Melalui festival ini, Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto berharap dapat terjalin komunikasi dan interaksi yang lebih dekat dan intens antara Galeri Nasional Indonesia sebagai lembaga budaya negara dengan lembaga budaya lainnya serta komunitas-komunitas sketsa, baik di Indonesia maupun mancanegara.

Hal tersebut diharapkan mampu menciptakan kerja sama yang berkelanjutan dan memunculkan kegiatan serta aktivitas baru yang mendukung upaya untuk mewadahi dan mengedukasi masyarakat terutama generasi muda, serta mengembangkan dan memajukan sketsa Indonesia.

“Semoga festival ini dapat memberikan pengalaman estetik yang menyenangkan, memberikan inspirasi dan motivasi berkarya, serta mendorong kemajuan perkembangan sketsa di Indonesia. Juga diharapkan para sketchers dapat semakin mengukuhkan eksistensinya melalui festival ini, serta adanya alih generasi sehingga para generasi muda Indonesia dapat meneruskan keberlangsungan sketsa sebagai media berkarya serta pencatat peristiwa, termasuk penggambaran kondisi sosial, ekonomi, politik, dan bidang lainnya yang memuat representasi penanda zaman,” papar Pustanto. (*)

Sumber: Yusuf Susilo Hartono yang juga merupakan salah satu undangan di ajang pameran bertajuk Festival Sketsa Indonesia “Sketsaforia Urban”
Editor: Redaksi/Agus S

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *