Ketua RMI PBNU: Ribuan Santri Kehilangan Panutan

JakartaDetakpos.com-Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Ghaffar Rozin mengingatkan, setiapkali kiai dan nyai wafat berarti meninggalkan umat atau santri yang sedang membutuhkan bimbingan.

RMI PBNU mencatat, selama delapan bulan terakhir telah terhitung sebanyak hampir 200 kiai dan nyai di seluruh Indonesia wafat akibat Covid-19.

Dengan demikian, itu artinya bahwa ribuan santri telah kehilangan panutannya, harus kembali mencari guru, dan mereka mengalami keterputusan belajarnya.

“Ini kehilangan yang luar biasa,” ungkapnya dengan raut wajah yang sedih, haru. Hal tersebut diungkapkan dalam gelaran Istighotsah dan Doa bersama untuk keselamatan bangsa, secara virtual dilansir nu-0nline belum lama ini.

Acara ini juga disiarkan langsung melalui Kanal Youtube 164 Channel. Secara khusus, doa dan istighotsah ini ditujukan agar para kiai dan nyai serta santri dan pengurus pesantren, yang wafat selama masa pandemi Covid-19 dan sedang dirawat isolasi karena terpapar Covid-19.

Ia mengingatkan pula bahwa menyiapkan tenaga profesional seperti akuntan dan pengacara, hanya membutuhkan waktu sekira lima sampai tujuh tahun.

Namun menyiapkan seorang ulama, kata Gus Rozin, membutuhkan waktu puluhan tahun yang tidak sebentar.

“Dan kita sudah kehilangan hampir 200 ulama, kiai dan nyai selama delapan bulan belakangan ini,” katanya.

Gus Rozin, dengan nada merendah, ia memohon kepada para kiai dan nyai yang masih diberikan kesehatan agar senantiasa mampu menjaga diri. Ia bahkan yakin, para kiai dan nyai sangat mendambakan untuk segera dipanggil Allah.

“Tetapi ingatlah bahwa umat ini masih membutuhkan para kiai. Saya mohon sekali agar para kiai berkenan untuk menjaga diri, menghindarkan diri dari kerumunan, menghindari dari rawuh atau menghadiri acara-acara yang sifatnya sunnah,” kata Gus Rozin dengan sangat rendah intonasi suaranya.

“Kita fokus pada hal-hal yang sifatnya wajib dan juga menahan diri dari menyelenggarakan diri yang sifatnya sunnah seperti walimahan yang sebenarnya tidak harus kita lakukan pada kondisi semacam ini,” tambahnya.

Kepada seluruh pengurus NU di setiap tingkatan, Gus Rozin juga memohon agar tidak melakukan acara-acara yang sifatnya seremonial yang tidak wajib.

Hal ini bukan hanya lantaran demi pribadi pengurus NU atau para kiai dan masyayikh semata.   “Tetapi demi para santri dan para umat yang masih membutuhkan ilmu, keteladanan, pelajaran akhlak, bimbingan dari para kiai,” ungkapnya.  Sementara itu Ketua PBNU KH Aizzudin Abdurrahman menuturkan bahwa ditinggal oleh banyak masyayikh, kiai, dan nyai yang wafat setelah sebelumnya terkonfirmasi Covid-19 merupakan sesuatu yang membuat sesak para santri di pesantren. Sebab mereka tentu tidak siap untuk ditinggal oleh para teladan dan gurunya.

Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa Pandemi Covid-19 harus menjadi keprihatinan semua pihak. Terutama kalangan pondok pesantren yang merupakan aset bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan yang tidak ringan. “Baik dalam hal mencetak alim ulama sebagaimana para muassis, sesepuh, dan para pengasuh yang telah mendahului kita, maupun menghadapi tantangan situasi nasional dan global seperti Covid-19 ini,” ungkap Gus Aiz, sapaan akrabnya.
“Insya Allah semoga dengan munajat yang kita mohonkan ini akan diijabah, diberikan jalan keluar dan solusi atas kuasa Allah. Terakhir, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan para masyayikh agar senantiasa dianugerahi kesehatan dan kekuatan lahir batin karena selalu kita harapkan bimbingannya untuk kita semua,” tuturnya.

Pada kesempatan ini, istighotsah dipimpin oleh Wakil Ketua LD PBNU KH Misbahul Munir Kholil.(d/2/.

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *