KPAI : Protokol Kesehatan PTM Tidak Bisa Paralel dengan Ujicoba Terbatas

KPAI : Protokol Kesehatan PTM Tidak Bisa Paralel dengan Ujicoba Terbatas

Jakarta-Detakposcom-Relaksasi SKB 4 Menteri yang dilakukan untuk ketiga kalinya pada Selasa, 30 Maret 2021 akan beresiko tinggi terjadi kluster baru di satuan Pendidikan, jika sekolah tatap muka dilakukan tanpa penyiapan memadai terhadap infrastruktur dan protocol Kesehatan/SOP Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Lingkungan satuan pendidikan.

Selain itu, pihak sekolah juga harus sudah melakukan sosialisasi Protokol Kesehatan/SOP ke pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik dan orangtua peserta didik.

“KPAI berpandangan seharusnya April-Juni adalah waktunya melakukan penyiapan, bukan ujicoba secara terbatas. Ujicoba PTM terbatas seharusnya dilakukan pada Juli 2021,” ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan.

Retno menambahkan “Seluruh penyiapan infrastruktur dan Protokol Kesehatan/SOP Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di satuan pendidikan harus dilakukan terlebih dahulu, buka berjalan secara parallel. Karena kita wajib melakukan perlindungan berlapis untuk keselamatan anak-anak saat sekolah tatap muka”.

“Hasil pengawasan KPAI pada Juni-Novemenr 2020 menunjukkan hanya 16,3% sekolah yang sudah siap PTM dari 49 sekolah di 21 kabupten/kota pada 8 provinsi. Sementara yang mengisi daftar periksa PTM Kemdikbud, hanya 50% an sekolah yang sudah mengisi dan hanya sekitar 10% yang sangat siap PTM.”, pungkas Retno.

Adapun alasannya mengapa butuh penyiapan yang sunguguh-sungguh sebelum ujicoba PTM dilakukan, Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan harus melakukan pemetaan di wilayahnya, mana sekolah yang siap dan belum siap dari daftar periksa pada pengisian aplikasi.

Untuk sekolah yang siap, perlu di pastikan melalui pengawasan langsung di lapangan apakah daftar periksa yang diisi sesuai dengan kondisi di lapangan. Sedangkan untuk sekolah yang belum siap, perlu ada intervensi anggaran dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk membantu penyiapan infrastruktur AKB di sekolah.

Pemerintah Daerah juga harus melibatkan antar Dinas saat hendak membuka sekolah, misalnya Dinas Pendidikan dengan Dinas Kesehatan serta Gugus Tugas Covid Daerah untuk melakukan nota kesepemahaman untuk pengawasan dan pendampingan pembukaan sekolah.

“Selain itu, pihak sekolah juga harus memiliki nota kesepahaman dengan fasilitas kesehatan terdekat, apakah Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit atau bahkan mungkin praktek Bidan/Dokter,”lanjutnya.

Sekolah harus menyiapkan semua infrastruktur yang dibutuhkan dalam adaptasi kebiasaan baru (AKB) di sekolah, seperti : jumlah wastafel yang memadai, harus 1:1 di mana jumlah kelas 20 maka wastafel minimal 20 juga. Harus memiliki Thermogun yang menyesuaikan jumlah peserta didik agar saat diukur suhunya di pintu gerbang sekolah, tidak terjadi penumpukan atau kerumunan siswa karena mengantri.

Sekolah juga harus memiliki ruang ganti untuk warga sekolah yang naik kendaraan umum untuk berganti seragam. Sekolah juga harus menyediakan ruang isolasi sementara untuk kondisi darurat, misalnya ada warga sekolah yang suhunya di atas 37,3 derajat.

Sekolah harus membuat sejumlah Protokol Kesehatan/SOP AKB di lingkungan satuan pendidikan, semua Prokes/SOP wajib di sosialisasi ke seluruh warga sekolah termasuk orangtua siswa sebelum memulai ujicoba PTM.

Para guru sudah harus siap mengajar di kelas tanpa melepas masker atau meletakan masker di dagu dan di dada. Para guru harus menjadi model yang dapat dicontoh peserta didik, karena anak adalah peniru ulung, apa yang dilakukan gurunya cenderung di contoh, termasuk kedisiplinan menggunakan masker.

“Saat ujicoba sekolah tatap muka, sebaiknya para guru juga harus sudah di vaksin, terutama para guru dan tenaga kependidikan yang usianya sudah lebih dari 45 tahun,”tutupnya.

Para guru juga wajib untuk melakukaan pemetaan materi pembelajaran antara materi yang sulit dan mudah. “Untuk materi yang sulit dan sangat sulit dibahas saat PTM, sedangkan materi yang mudah dan sedang diberikan di PJJ. Mengingat PTM hanya separuh kelas, maka PTM dan PJJ harus dilakukan secara bergantian”, jelas Retno.

Para orangtua peserta didik juga harus mendidik anak-anaknya untuk menggunakan masker setidaknya 4 jam tanpa di lepas, kecuali minum. Harus dilakukan saat Belajar Dari Rumah (BDR) atau PJJ berlangsung. Dilatih 15 menit hari ini, lalu ditambah 5 menit lagi esok harinya, dan selanjutnya terus ditingkatkan setiap harinya.

Orangtua juga harus bekerja sama untuk memastikan bahwa anak-anaknya selesai sekolah langsung pulang ke rumah, tidak mampir kemana-mana, kalau perlu diantar dan dijemput ke dan dari sekolah. Begitu anak keluar dari lingkungan sekolah, maka harus menjadi tanggungjawab para orangtua. Selain itu, karena tidak ada kantin, para orangtua juga harus menyiapkan bekal makanan untuk anak-anaknya.

Anak-anak adalah kelompok utama yang wajib diedukasi untuk mengubah perilaku saat PTM di saat pandemic, kalau anak-anak sudah paham mengapa harus menggunakan masker, mengapa harus jaga jarak, mengapa harus cuci tangan, mengapa harus langsung pulang kerumah, dan sebagainya, maka anak bisa mengikuti ujicoba PTM.(d/2).

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *