Pendirian Rumah Ibadah, Wewenang FKUB Dipangkas

 

Jakarta-detakposcom-Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam dalam rapat kerja bersama DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin lalu menyatakan bahwa, dalam Rancangan Peraturan Presiden mengenai Kerukunan Umat Beragama, rekomendasi yang dibutuhkan sebagai syarat pegajuan izin pendirian rumah hanya satu, dari Kementerian Agama (Kemenag).

Sebagaimana diketahui, dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 9 dan 8 tahun 2006 (PBM 2006), rekomendasi yang dipersyaratkan dalam perizinan pendirian rumah ibadah berasal dari dua Institusi, Kantor Kemenag dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

*SETARA Institute dalam rilis yang diterima, Jumat (8/6)2024) mendukung sepenuhnya langkah penyederhanaan rekomendasi tersebut. Dalam beberapa laporan tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB), *SETARA Institute* mendorong agar pemerintah menyederhanakan proses perizinan pendirian rumah ibadah.

“Pemerintah hendaknya melakukan langkah progresif untuk menghilangkan ketentuan-ketentuan diskriminatif di dalam PBM 2 Menteri (yang sering juga disebut sebagai SKB 2 Menteri).,”tulis
Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan.

Dengan tidak ada syarat rekomendasi FKUB, maka FKUB dapat dioptimalkan perannya dalam mewujudkan dan memelihara kerukunan sesuai mandat institusional kerukunan antar umat beragama.

“FKUB mesti memainkan peran yang lebih intens dalam memperluas kampanye toleransi, memperbanyak ruang-ruang perjumpaan lintas agama, serta mitigasi dan resolusi konflik yang mengganggu kerukunan antar agama, termasuk mediasi dan resolusi jika terjadi kasus penolakan peribadatan dan pendirian tempat dan rumah ibadah,”ungkap Halili Hasan,

Namun demikian, lanjut Halili Hasan,
perlu ditegaskan bahwa hambatan dalam perizinan pendirian rumah ibadah bukan hanya mengenai rekomendasi. Salah satu syarat yang membatasi kelompok minoritas yaitu syarat administratif dukungan 90 orang Jemaat dan 60 orang di luar Jemaat.

” Formula 90/60 nyata-nyata menghambat terjaminnya hak konstitusional untuk beribadah yang oleh Pasal 29 ayat (2) diberikan kepada setiap orang atau tiap-tiap penduduk.”

Berkenaan dengan hal tersebut, SETARA Institute mendesak Pemerintah, khususnya Kemenag dan Kemendagri, mengonsolidasikan muatan Perpres dimaksud melalui diskusi lebih intensif dengan majelis-majelis agama/kepercayaan, para pemangku kepentingan, dan masyarakat sipil.

“Selain itu *SETARA Institute* mendorong agar dilakukan akselerasi dalam pengaturan yang lebih progresif dan pro hak dasar seluruh warga.,”tambah
Halili Hasan,

Dalam catatan *SETARA Institute, Gus Yaqut sudah sejak dua setengah tahun lalu berjanji kepada publik untuk mempermudah pendirian tempat ibadah kelompok minoritas dan meninjau ulang PBM 2 Menteri tahun 2006.

Hal itu disampaikan Menteri Agama dalam forum yang diselenggarakan oleh Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) pada 21 Januari 2021. Namun, hingga kini tidak ada akselerasi yang menjanjikan.

Sementara secara faktual, aneka pelanggaran dan restriksi terhadap kelompok minoritas dalam isu peribadatan terus menerus berulang. Data longitudinal SETARA Institute* (2007-2022) menunjukkan, telah terjadi 573 gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah. Gangguan tersebut mencakup pembubaran dan menolakan peribadatan, penolakan tempat ibadah, intimidasi, perusakan, pembakaran, dan lain sebagainya. Seluruh gangguan tersebut menimpa kelompok minoritas dalam relasi inter dan intra agama.(*)

editor: AAdib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *